Ancaman Pengkhianat Bangsa CBA: Pertamina Patra Niaga Diminta Jangan Tutup-Tutupi Pemain Gas Elpiji Melon BPMA untuk Rakyat Aceh, Bukan Tangan Oligarki Tambang Migas Guru Besar UIN Jakarta Apresiasi Prestasi Indonesia dalam MTQ Internasional Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg, Mematikan Usaha Akar Rumput Sistem Pertahan & Keamanan Rakyat Semesta: Filosofi Bela Negara atau Bela Oligarki Taipan

Sains & Edukasi

40% Pekerja Formal Indonesia Jadi Korban Pelecehan Seksual

Avatarbadge-check


					Ilustrasi Pelecehan Seksual Perbesar

Ilustrasi Pelecehan Seksual

Jakarta, Indonesiawatch.id – Lingkungan kerja ternyata menjadi salah satu ruang para predator seksual melakukan aksi bejatnya. Berdasarkan riset yang dipublikasikan Populix pada 2024, sebanyak 40% pekerja formal Indonesia pernah mendapatkan pelecehan seksual.

Dari angka tadi, jenis pelecehan seksual yang paling banyak adalah pelecehan dalam bentuk cat calling yaitu sebesar 76%. Bentuk cat calling beragam, seperti godaan, candaan, siulan berbau seksual. Bentuk pelecehan lain adalah memperhatikan bagian tubuh tertentu secara terus menerus sekitar 42%

Kemudian perlakuan mendapatkan gesture seksual (kedipan, gestur mencium) sebesar 24% dan disentuh, dicium, dipeluk tanpa persetujuan yang dialami oleh 22% korban pelecehan seksual di tempat kerja. Lalu ada juga pekerja yang dipaksa untuk melakukan aktivitas seksual sebesar 10%.

Sebesar 9% pekerja diperlihatkan alat kelamin oleh para pelaku baik secara langsung maupun menggunakan media. Terakhir, ada 3% pekerja yang mengalami pemerkosaan atau percobaan pemerkosaan.

Menurut Wayan Aristana, Senior Executive Social Research Populix, tingginya kasus angka pekerja yang menjadi korban pelecehan seksual, sering tidak ditangani secara maksimal. “Berdasarkan pengakuan responden yang pernah menjadi korban, sebanyak 35% penanganan kasus perlakuan tidak menyenangkan di tempat kerja tidak terselesaikan. Ditambah lagi, sebanyak 21% penanganan kasusnya malah tidak berpihak pada korban,” jelas Aristana.

Secara umum banyak responden yang mengetahui bahwa tempat bekerjanya memiliki mekanisme penanganan untuk perlakuan tidak menyenangkan. Ada 35% responden mengatakan bahwa perusahaannya memiliki peraturan khusus untuk menangani kasus semacam ini.

Bahkan, ada yang menyediakan aturan sanksi yang cukup tegas bagi pelaku (28%) dan juga mekanisme pelaporannya (25%). Namun di sisi lain, sebanyak 22% responden menyatakan bahwa perusahaan mereka tidak memiliki mekanisme apapun.

Aristana mengatakan penanganan tidak maksimal pada kasus perlakuan tidak menyenangkan terhadap pekerja menyebabkan kasus yang sama terus berulang. “Bahkan ada pekerja yang mengaku korban justru berujung diberhentikan dari pekerjaannya,” tutur Aristana (24/06).

Ulasan hasil riset ini didiseminasi melalui diskusi Populix berjudul ”Gen Z and Millennial Under Pressure: Uncovering Negative Experience and Unpleasant Treatment in the Workplace” pada Senin malam 24 Juni 2024. Survei dilakukan terhadap 1.412 pekerja secara online dengan responden tersebar diseluruh wilayah Indonesia.

Pekerja yang menjawab survei ini didominasi oleh pegawai swasta (66%), pekerja lepas/freelance (19%) sisanya ASN/PNS/Pegawai Pemerintah, karyawan BUMN, Profesional dan lainnya. TNI/Polisi dikecualikan dalam survei. Survei dilakukan pada 28 Mei-4 Juni, 2024.
[red]

Berita Terbaru

Ancaman Pengkhianat Bangsa

8 February 2025 - 05:07 WIB

CBA: Pertamina Patra Niaga Diminta Jangan Tutup-Tutupi Pemain Gas Elpiji Melon

7 February 2025 - 01:16 WIB

Ilustrasi: Gedung Pertamina Patra Niaga.

BPMA untuk Rakyat Aceh, Bukan Tangan Oligarki Tambang Migas

7 February 2025 - 01:06 WIB

Kantor Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA).

Guru Besar UIN Jakarta Apresiasi Prestasi Indonesia dalam MTQ Internasional

4 February 2025 - 15:10 WIB

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie

Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg, Mematikan Usaha Akar Rumput

2 February 2025 - 21:03 WIB

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi (Foto: dunia-energi.com)
Populer Berita Energi