Angkutan Umum di dalam kota dan kabupaten semakin sulit ditemukan. Butuh stimulus untuk meningkatkan pelayanan.
Jakarta, Indonesiawatch.id – Indonesia sedang mengalami darurat angkutan umum. Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) seperti angkutan perkotaan dan angkutan perdesaan semakin terpuruk. Bahkan, banyak kota di Indonesia sudah tidak memiliki layanan angkutan umum.
Dari 38 ibukota provinsi, baru 15 kota mencoba membenahi angkutan umum berbadan hukum dan diberikan subsidi. Itupun hanya Kota Jakarta yang mandiri karena APBD-nya mencukupi.
Selebihnya Pemda masih tergantung bantuan APBN (mendapat stimulus), seperti Pemkot Bogor (Trans Pakuan), Pemkot Bekasi (Trans Patriot). Lalu ada Pemkab. Banyumas (Trans Banyumas), Pemkot. Bandung (Trans Metro Pasundan), dan Pemkot. Palembang (Trans Musi Jaya).
Namun ada pula Pemda yang sudah mengalokasikan APBD untuk membenahi angkutan umum. Bahkan ada yang menggratiskan tarif layanan, seperti Trans Koetaradja (Banda Aceh) dan Trans Banjarmasin (Kota Banjarmasin).
Sementara itu pemerintah kota yang sudah menyelenggarakan angkutan umum, seperti Trans Padang (Pemkot. Padang), Trans Metro Pekanbaru (Pemkot. Pekanbaru), Trans Batam (Pemkot. Batam). Lalu, Tayo (Pemkot. Tangerang), Trans Semarang (Pemkot Semarang), Suroboyo Bus dan Bus Wira Wiri (Pemkot. Surabaya), dan Trans Banjarmasin (Pemkot. Banjarmasin).
Di samping itu, ada beberapa daerah mulai memberikan layanan angkutan pelajar (bus sekolah), seperti di Kab. Pakpak Barat, Kab. Wonogiri dan Kab. Tanah Laut (Lakatan/Layanan Angkutan Tanah Laut). Lalu ada, Kab. Sragen, Kota Banjarbaru, Kab. Kutai Kartanegara (Bus Sekolah Idamanku).
Kemudian, Kab. Kebumen (Trans Kebumen), Kota Kediri (Bus Satria/Sarana Transportasi Kediri Bahagia), Kab. Gunung Kidul (Sibona/Sistem Transportasi Bus Ramah Anak), Kab. Bantul (Pangkas/Pelayanan Angkutan Anak Sekolah). Serta ada, Kota Padang Panjang (Transiswa), Kab. Tuban (Si Mas Ganteng), Kota Madiun, Kab. Musi Banyuasin (Trans Muba), Kab. Bangka Selatan.
Porsi anggaran subsidi transportasi tahun 2024 melalui DIPA Kementerian Perhubungan sebesar Rp 4,39 trilun (35,7 persen). Sedangkan melalui DIPA Kementerian Keuangan sebesar Rp 7,9 triliun (64,3 persen), meliputi public service obligation (PSO) Perkeretaapian Rp 4,7 triliun (59,4 persen) dan PSO Transportasi Laut Rp 3,2 triliun (40,6 persen).
Adapun subsidi transportasi di dalam DIPA Kemenhub termasuk dalam kategori kegiatan, sehingga sulit untuk dibesarkan anggarannya. Maka dari itu, menambah subsidi transportasi khususnya angkutan umum dalam DIPA Kementerian Keuangan lebih memungkinkan. Subsidi BBM dapat dikurangi dan hanya diperuntukkan angkutan umum (penumpang dan barang).
Sekarang ini sudah ada PSO Perkeretaapian dan PSO Angkutan Laut. Meskipun demikian, Dana Alokasi Khusus (DAK) Pembiayaan Angkutan Umum dapat dimasukkan dalam DIPA Kementerian Keuangan. DAK ini nantinya dapat diberikan ke Pemda yang sudah mulai membenahi angkutan umum dengan APBD, namun masih kurang disebabkan fiskal rendah.
Selain itu, perlu ada kegiatan pemberian stimulus Program Buy the Service ke sejumlah daerah secara bergiliran dalam kurun waktu tertentu dialihkan ke pemda dalam pengelolaan dan pembiayaan operasional. Sementara itu, Kementerian Perhubungan menambah kegiatan pembelian sejumlah bus untuk dibagikan ke sejumlah daerah yang mulai merintis Program Bus Sekolah.
Djoko Setijowarno
-Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat
[red]