Menu

Dark Mode
Perubahan Paradigma Stratifikasi Sosial, Pemicu Korupsi Di Indonesia Penyidikan Megakorupsi Pertamina yang Terorganisir Oknum Lelang Katering RS Jiwa Aceh Diduga Catut Nama Gubernur Mualem Aji Mumpung Yandri Susanto Rusak Etika Berbangsa Bernegara CERI Bongkar Dokumen-dokumen Skandal Oplos BBM Pertamina Pernyataan Menteri ESDM Blunder Lagi, Eks Dirjen Minerba: Bahlil Omon-omon Saja karena Nggak Ngerti

Energi

Medco Diduga Langgar Keputusan Rapat dengan SKK Migas

Avatarbadge-check


					Medco Diduga Langgar Keputusan Rapat dengan SKK Migas Perbesar

Jakarta, Indonesiawatch.id – PT Medco Energy Bangkanai Limited (MEBL) diduga telah melanggar keputusan rapat dengan SKK Migas. Pada tahun lalu, MEBL dan SKK Migas sepakat mencegah terjadinya Ground Flaring.

“Untuk memiliki semangat yang sama untuk mencegah terjadinya Ground Flaring dan tidak terjadi curtailment atau pengetatan produksi sehingga produksi migas Bangkanai dapat disalurkan dengan aman,” seperti dikutip dari Risalah Rapat MEBL dengan SKK Migas, yang diperoleh Indonesiawatch.id.

Ground Flaring adalah metode pembakaran yang dilakukan di darat. Di dunia migas, Ground Flaring biasanya dilakukan untuk mengatasi kelebihan gas atau kondensat penyebab tank top.

Persoalannya, beberapa waktu lalu tugboat yang mengangkut kondensat dari MEBL, terbakar. Peristiwa itu juga mengakibatkan meninggal dunianya beberapa orang di Sungai Barito. Kejadian terjadi tepatnya di dekat terminal PT Pada Idi di Desa Luwe Hulu.

Menurut eks Pimpinan SKK Migas, ground flaring menimbulkan emisi lingkungan hidup yang cukup besar. “Karena yang terbakar volumenya lumayan besar dan pasti ada emisi karbon,” ujarnya kepada Indonesiawatch.id.

Sumber Indonesiawatch.id tersebut menjelaskan bahwa Blok Bangkanai Kalimantan Selatan, yang dikelola MEBL, awalnya tidak didesain untuk menghasilkan kondensat, tetapi gas. ” Lapangan itu tidak didesain untuk menghasilkan liquid condy tapi awalnya dry gas,” ujarnya.

Setelah masuk tahap produksi, lapangan Bangkanai ternyata menghasilkan kondensat. “Jadi fasilitas penampungannya tidak cukup,” ujarnya.

Menurutnya, untuk menghindari kehilangan produksi termasuk gas yang dipasok ke PLN, maka solusi untuk mengatasi kelebihan kondensat adalah dengan trucking. “Apalagi gas tersebut sangat dibutuhkan PLN. Solusi awal dilakukan trucking,” katanya.

Sumber tersebut mengatakan, penggunaan trucking juga terhambat. Akibatnya sulit memperbanyak pengangkut karena akses ke Lokasi sumber kondensat yang sulit.

“Dengan trucking cukup (untuk mengatasi kelebihan kondensat). Hanya medannya untuk jalan menuju lokasi berat sekali. Kalau musim hujan, truknya tidak mudah lewat sehingga terpaksa “ground flaring” atau stop produksi, pilihannya,” ujarnya.
[red]

Berita Terbaru

Perubahan Paradigma Stratifikasi Sosial, Pemicu Korupsi Di Indonesia

15 March 2025 - 09:11 WIB

Penyidikan Megakorupsi Pertamina yang Terorganisir

14 March 2025 - 13:08 WIB

Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Anti Mafia Migas, Fahmy Radhi.

Oknum Lelang Katering RS Jiwa Aceh Diduga Catut Nama Gubernur Mualem

14 March 2025 - 08:11 WIB

Rumah Sakit Jiwa Aceh.

CERI Bongkar Dokumen-dokumen Skandal Oplos BBM Pertamina

10 March 2025 - 08:30 WIB

Febrie Adriansyah, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejaksaan Agung (Foto: Kompas)

Pernyataan Menteri ESDM Blunder Lagi, Eks Dirjen Minerba: Bahlil Omon-omon Saja karena Nggak Ngerti

6 March 2025 - 18:08 WIB

Bahlil Lahadalia (Doc. Jawapos)
Populer Berita Ekonomi