Jakarta, Indonesiawatch.id – Baru-baru ini Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Beleid ini melegalkan izin Tambang Untuk Ormas Keagamaan.
Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman menilai, penerbitan PP No 25 tahun 2024 bertentangan dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Karena itu, kata Yusri, Presiden Joko Widodo, telah melanggar UU.
“PP Nomor 25 Tahun 2024 yang ditandatangani Presiden Jokowi jelas bertentangan dengan amanah UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020. Dari yang semestinya setiap pemberian IUP melalui lelang, justru dalam PP terbaru ditambahkan dapat diberikan melalui penawaran prioritas (lihat pasal 83a),” kata Yusri.
Menurut Yusri, di dalam hierarki peraturan perundang-undangan, turunan di bawahnya seperti Peraturan Pemerintah, tidak boleh melanggar peraturan di atasnya, yaitu Undang-Undang. Tidak sebatas itu, PP juga tidak boleh diskriminatif terhadap kelompok Masyarakat. “PP harus menjelaskan secara teknis dari Undang-Undang, karena UU aturan yang lebih atas,” katanya.
Untuk itu, Yusri mendorong, DPR RI memeriksa Presiden Joko Widodo. “Sedangkan kami hanya dapat menggugat produk PP Nomor 25 Tahun 2024 ke Makamah Agung untuk dibatalkan,” ujarnya.
Menurutnya, pengurus CERI telah sepakat menggugat PP Nomor 25 Tahun 2024. Beberapa hari lalu, semua penggugat akan menandatangani surat kuasa kepada Dr Augustinus Hutajulu SH, Mkn sebagai pihak yang mendapatkan kuasa untuk menggugat.
Lebih lanjut Yusri menjelaskan, muncul pasal baru di dalam PP 25 Tahun 2024, yakni Pasal 83A yang terdiri dari dua poin. Pertama, Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan. Kedua, WIUPK merupakan wilayah eks PKP2B.
Sementara, di Pasal 75 UU Minerba, disebutkan prioritas yang mendapatkan IUPK adalah BUMN dan badan usaha milik daerah. Sementara Badan Usaha swasta untuk mendapatkan IUPK, harus dilaksanakan dengan cara lelang WIUPK.
“Bagaimana mungkin PP mengatakan WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas padahal UU yang lebih tinggi menyatakan bahwa Badan Usaha swasta untuk mendapatkan IUPK dilaksanakan dengan cara lelang WIUPK?” beber Yusri.
Menurut Yusri, pemberian izin tambang kepada Ormas keagamaan bukanlah kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat. Karena, kata Yusri, uang pembinaan Ormas keagamaan sudah dianggarkan di APBN dan APBD sejak dahulu.
“Mungkin disalurkan melalui Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri dan Pemda dari Provinsi hingga Kabupaten dan Kota, bahkan mungkin di tingkat Kecamatan ada dana pembinaan untuk Ormas keagamaan,” kata Yusri.
(red)