Menu

Dark Mode
Perubahan Paradigma Stratifikasi Sosial Pemicu Korupsi di Indonesia Revisi 4 Pilar MPR dalam Rangka Pelurusan Pemahaman Jati Diri Bangsa Indonesia Kuda Troya Belanda & Martabat Kedaulatan Indonesia Layar Sinema Australia Kembali Hadir di FSAI 2025 Wajah Baru Koperasi Desa Merah Putih Ekonomi Kerakyatan dengan Pendekatan Topdown Pakar Hukum Pidana: Sudah Benar SP3 Kasus Dugaan Eksploitasi Mantan Pekerja Sirkus OCI

Politik

Polemik Pasal Kontrasepsi bagi Anak Usia Sekolah, Ini Komentar LPAI..

Avatarbadge-check


					Ketum LPAI Seto Mulyadi (Doc. Antara) Perbesar

Ketum LPAI Seto Mulyadi (Doc. Antara)

Jakarta, Indonesiawatch.id – Pemerintah resmi mengeluarkan beleid terbaru tentang kesehatan. Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Polemik baru muncul dari peraturan tersebut terutama berkaitan dengan pasal penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.

Dalam Pasal 103 ayat 1 PP Kesehatan disebutkan upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.

Pengaturan tersebut diperjelas dalam Pasal 103 ayat 4 yang berbunyi pelayanan kesehatan reproduksi paling sedikit meliputi deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi. Poin terakhir ini yang kemudian menjadi sorot perhatian publik.

Tidak sedikit yang beranggapan bahwa aturan tersebut rawan disalahartikan. Misalnya, muncul anggapan bahwa PP ini membuka ruang atas diperbolehkannya hubungan intim pada anak usia sekolah dan remaja. Selain itu, ada penyebutan soal perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab pada anak sekolah dan usia remaja yang tercantum dalam PP tersebut.

Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi menyatakan, PP Kesehatan yang mengatur poin pelayanan kesehatan reproduksi anak bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

“Itu (ketentuan PP tentang penyediaan alat kontrasepsi) sama sekali bertentangan dengan UU Sistem Pendidikan Nasional bahwa kita juga mengajarkan karakter profil pelajar Pancasila yang salah satunya akhlak mulia. Akhlak mulia ini bukan hanya kecerdasan berdasarkan logika, kecerdasan emosional, tetapi juga kecerdasan spiritual artinya menjalankan ajaran-ajaran agama termasuk nilai-nilai moral,” kata Kak Seto ketika diwawancara Indonesiawatch.id.

Menurutnya, pelayanan kesehatan reproduksi yang memasukkan unsur penyediaan alat kontrasepsi tidak tepat diterapkan pada anak dan usia remaja di Indonesia. Terlebih hal itu dinilai bertabrakan dengan kultur masyarakat yang berbudaya dan agamis. “Jadi pertanyaannya kenapa disediakan alat kontrasepsi itu seolah-olah kesannya membenarkan perilaku seks bebas kepada remaja, kepada pelajar,” ujar Kak Seto.

Hal yang perlu dilakukan, lanjut Kak Seto, yakni mengajarkan anak dan remaja menyalurkan dorongan agresivitas dan naluri alamiahnya secara simbolik dengan sejumlah kegiatan positif. Misalnya di bidang olahraga, kesenian, akademik, dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya. “Artinya dorongan [hasrat] itu justru tidak bertentangan dengan ajaran agama yang melanggar nilai-nilai normal yang diajarkan,” tuturnya.

Dirinya mengaku sejauh ini LPAI belum diajak bicara atau berkonsultasi terkait perumusan PP Kesehatan tersebut. “Justru kami belum [dilibatkan], makanya kami juga mengkritisi hal ini pemahaman kesehatan mohon jangan hanya kesehatan fisik aja tetapi yang jauh lebih penting dan tidak bisa ditinggalkan adalah kesehatan mental,” Kak Seto menjelaskan.

Menurutnya, aspek yang ditekankan dalam PP Kesehatan hanya bersifat kuratif atau pengobatan. Padahal yang lebih penting adalah upaya cegah atau tindakan preventif yang disesuaikan dengan norma-norma yang ada. “Sama saja untuk menjaga kesehatan disediakan obat untuk yang sudah sakit dari narkoba, yang sudah sakit dari merokok. Intinya bukan memadamkan kebakaran tetapi mencegah supaya tidak terjadi kebakaran”.

Kak Seto menjelaskan hal yang terpenting dilakukan adalah menggalakkan kampanye dan sosialisasi. “Yang dibutuhkan adalah bagaimana mencerahkan pandangan tentang kesehatan reproduksi tadi bahwa ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan sebelum tiba waktunya karena justru mendatangkan berbagai hal-hal yang tidak sehat,” katanya.

Aspek kesehatan juga perlu diluaskan pada kesehatan sosial. “Termasuk tidak sehat secara sosial akhirnya terjadi kehamilan yang tidak diharapkan kemudian harus ada pengguguran atau kemudian menikah dalam usia yang belum saatnya, pernikahan anak dan sebagainya, ini yang harus dicegah. Bukan justru menyediakan pengobatannya dengan alat kontrasepsi tadi,” tuturnya.

Kak Seto menyatakan, pihaknya tengah mengumpulkan data-data dari 38 provinsi dan 81 kabupaten/kota di Indonesia yang berada di bawah koordinasi LPAI. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan gambaran terkait indikasi perilaku menyimpang seksual anak di sejumlah wilayah.

“Mudah-mudahan kita mendapat gambaran mengenai hal ini khususnya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh remaja tadi,” pungkasnya.

[red]

Berita Terbaru

Wajah Baru Koperasi Desa Merah Putih Ekonomi Kerakyatan dengan Pendekatan Topdown

5 May 2025 - 09:49 WIB

Ilustrasi Koperasi Merah Putih (Gambar: bungko.id)

Ekspresi Mantan Pemain Sirkus OCI Berubah-ubah di Podcast, Analis Mikroekspresi: Karena Sudah Sering Muncul di Talkshow

3 May 2025 - 12:42 WIB

Analis Gestur & Mikroekspresi Monica Kumalasari (Foto: Antaranews.com)

Indonesia Menuju Bangsa Gagal Budaya

3 May 2025 - 12:30 WIB

Sri Radjasa MBA (Pemerhati Intelijen).

Wibisono Apresiasi Pertemuan Presiden dengan 7 Pemred Media

9 April 2025 - 19:20 WIB

CME: Keberadaan Danantara Bak Madu dan Racun Bagi Ekonomi Nasional

7 April 2025 - 17:56 WIB

Populer Berita Ekonomi