Jakarta, Indonesiawatch.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan sejumlah persoalan besar di dunia yang bisa mengancam perekonomian domestik. Hal tersebut mulai dari lonjakan harga komoditas hingga perang dagang global antara Amerika Serikat (AS) dan Cina yang memasuki babak baru.
Hal itu disampaikan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 13 November 2024.
Sri Mulyani menilai volatilitas harga komoditas untuk energi dan pangan akan menjadi ancaman besar bagi banyak negara termasuk Indonesia yang memiliki proporsi impor atau ketergantungan yang tinggi terhadap komoditas.
“Volatilitas komoditas masih akan kita expect (harapkan) berlangsung sampai 2025,” ujar Sri Mulyani.
Ia juga menyinggung tensi geopolitik khususnya di Timur Tengah. Belakangan konflik Gaza meluas ke Iran dan Lebanon dan dikhawatirkan memicu lonjakan harga minyak dunia. Keterpilihan Donald Trump sebagai Presiden AS juga diprediksi memacu tensi perdagangan yang tinggi.
Menurut Sri Mulyani banyak negara akan mengambil langkah proteksionis terhadap berbagai komoditas untuk menjaga pasokan dan inflasi. “Perdagangan akan alami ketegangan proteksionis atau trade war yang mungkin akan meningkat tinggi dan ini memengaruhi dari industri manufaktur termasuk supply chain (rantai pasok),” ujar Sri Mulyani.
Ia turut membeberkan, tekanan fiskal pada beberapa negara pasca pandemi Covid-19 harus diwaspadai karena akan berpengaruh terhadap pasar keuangan. Sri Mulyani juga mengakui bahwa tahun 2024 ini merupakan tahun yang cukup berat untuk mengumpulkan penerimaan pajak.
Hal itu terlihat dari realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2024 yang masih melanjutkan tren kontraksi. Hal ini dipacu oleh penurunan harga komoditas seperti crude palm oil (CPO) maupun batubara.
“Tahun ini tahun yang sangat berat dengan pertumbuhan pajak kita negatif karena tadi harga-harga dari CPO tadinya, kemudian juga dari batubara mengalami penurunan,” kata Sri Mulyani.
Di hadapan anggota parlemen, Sri membeberkan realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2024 yang sudah mencapai Rp1.517,5 triliun. Realisasi tersebut baru setara 76,3% dari target APBN 2024 sebesar Rp 1.988,9 triliun.
Realisasi penerimaan pajak tersebut mengalami kontraksi 0,4% year on year (YoY) jika dibandingkan realisasi pada periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp1.523,9 triliun. “Pertumbuhan penerimaan pajak kita masih negatif, meskipun sangat kecil yaitu 0,4% dibandingkan tahun lalu,” katanya.
Karena itu, pemerintah harus memacu penerimaan sebesar Rp471,4 triliun di sisa dua bulan tersebut untuk mencapai target yang ditetapkan dalam APBN 2024.
[red]