Jakarta, Indonesiawatch.id – Peringatan Hari Pahlawan pada 10 November kemarin, dilatarbelakangi oleh aksi militer sekutu yang dipimpin militer Inggris, dibantu 200.000 pasukan Belanda dan 3 divisi militer Australia yang tergabung dalam NICA, memasuki wilayah Indonesia yang berdaulat, pada tanggal 25 Oktober 1945.
Pasukan Inggris yang didompleng pasukan Belanda dan Australia, mendarat di Pelabuhan Surabaya, dengan alasan melucuti tentara Jepang dan memulangkan tawanan perang. Namun agenda tersembunyi dari pasukan sekutu, mulai tercium oleh para pejuang Indonesia, yaitu ingin memulihkan kekuasaan Belanda di Indonesia, paska kekalahan Jepang oleh Sekutu.
Terungkapnya agenda terselubung dari kehadiran pasukan sekutu di pelabuhan Surabaya dan tindakan berlebihan dari pasukan sekutu terhadap rakyat serta munculnya selebaran dari militer sekutu yang ditandatangani oleh Mayor Jenderal Douglas Cyril Hawthorn, Panglima Pasukan Inggris Divisi 23.
Berisi perintah kepada seluruh pejuang Indonesia menyerahkan senjata dalam tempo 48 jam. Jika menolak, tembak di tempat hukumannya. Kondisi ini memicu amarah rakyat di Surabaya yang saat itu telah memiliki senjata rampasan, dari 11 markas tentara Jepang yang diserbu arek-arek Suroboyo.
Dari tempat-tempat itu, para pejuang Republik dapat merampas lebih dari 20 ribu pucuk senjata, belasan tank, 150-an meriam, dan ratusan mortir. Upaya gencetan senjata oleh Presiden Sukarno untuk meredam amarah arek-arek Suroboyo, kemudian pada 30 Oktober 1945 diumumkan melalui pawai keliling Surabaya oleh Komandan NICA Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern Mallaby, namun berakhir tragis karena Mallaby tewas digranat di dalam mobilnya.
Kemudian disusul tewasnya Brigadir Jenderal Robert Guy Loder-Symonds yang pesawatnya jatuh tertembak pada 10 November pagi. Peristiwa inilah yang dianggap sebagai titik balik sekaligus faktor penyebab Pertempuran 10 November 1945.
Inggris kemudian melakukan penambahan pasukan, hingga 30.000 personel dan sejumlah kapal perang dan pesawat tempur, untuk memborbardir Surabaya pada 10 Nopember 1945. Padahal 2 hari sebelumnya Inggris ikut menandatangani Piagam HAM.
Pertempuran Surabaya, patut ditoreh dengan tinta emas dalam sejarah Indoensia, sebagai perang terbesar pertama Tentara Nasional Indonesia yang baru resmi terbentuk pada 5 Oktober 1945. Sikap heroisme Pasukan Indonesia yang terdiri dari unsur satuan tentara di Surabaya dan Batalyon Sriwijaya dipimpin oleh Letkol Dr. Wiliater Hutagalung (dokter pribadi Panglima Sudirman), yang baru selesai bertempur di front Indonesia Timur serta rakyat Surabaya yang terdiri pemuda dan kalangan ulama maupun santri, tidak terlepas dari tersiarnya Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh KH. Hasyim Asy`ari.