Jakarta, Indonesiawatch.id – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menilai Direksi PT Pertamina Energy Terminal (PET) telah mengabaikan produk dalam negeri dan lebih memilih produk impor untuk memenuhi kebutuhan Proyek Terminal LPG Tuban Tahap II.
Menurut Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, tindakan tersebut jelas-jelas sudah melabrak Pasal 86 Undang Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Pasal 57 dan Pasal 58 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri.
Baca juga:
Ada Dugaan Pelanggaran TKDN di Sektor Migas, Kemenperin: Pengawasan Harus Ditingkatkan
Praktik impor tersebut juga melanggar Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk UMK.
Pihaknya juga mendapatkan bocoran dokumen surat yang telah dilayangkan salah satu produsen kepada Direktur Utama PT PET Bayu Prostiono. Isi surat tersebut mempertanyakan, tidak adanya respon atau jawaban dari manajemen PT PET atas permohonan peninjauan kembali sumber pipa Proyek Terminal LPG Tuban.
“Diduga ada praktek kongkalikong sesama mereka,” ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Rabu (30/10/2024) di Jakarta.
Padahal, lanjut Yusri, surat tersebut sudah dilayangkan oleh rekanan tersebut kepada Dirut PT PET sejak 9 Oktober 2024 yang lalu. Meskipun surat tersebut ditembuskan kepada Direksi Pertamina (Persero) Holding dan Direksi PT Wijaya Karya, tampaknya terkesan mereka membiarkannya saja alias cuek.
“Jadi menurut kami tidak bisa disalahkan juga jika rekanan ini menilai tindakan Dirut PT PET tidak sesuai dengan core values dan semboyan AKHLAK di BUMN dan tidak menunjukkan GCG. Lebih mengerikan lagi mereka terang terangan berani melawan UU dan aturan turunannya,” ungkap Yusri.
Fakta tersebut tidak sesuai dengan pernyataan CEO PT Pertamina International Shipping (PIS), Yoki Firnandi. Di beberapa kesempatan Yoki mengatakan bahwa pembangunan Terminal LPG Refrigerated Tuban Tahap II, akan menyerap material Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 32,23%.
“Diragukan kebenarannya. Apalagi, proyek pembangunan terminal LPG Refrigerated Tuban ini dimulai akhir Febuari 2024 dengan KSO EPC PT Wijaya Karya Tbk dengan JGC, tetapi belakangan kami mendapat informasi JGC mengundurkan diri,” ungkap Yusri.
Menurut Yusri, pihaknya juga mendapat laporan dari beberapa vendor pabrikan dalam negeri yang telah menawarkan produknya ke kontraktor EPC PT Wijaya Karya (Persero) Tbk untuk proyek terminal LPG Tuban. Ternyata produk dalam negeri tersebut ditolak dan akan membelinya dari pasokan impor.
“Jika informasi tersebut benar adanya, maka bisa cilaka dua belas, lantaran kedua BUMN itu diduga dengan sengaja melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun Tentang Percepatan Peningkatan Penggunan Produk Dalam Negeri dan Produk UKMK. Kedua aturan tersebut ditanda tangani Presiden Joko Widodo,” beber Yusri.
Sementara itu, kata Yusri, adapun proyek terminal LPG tahap dua digagas oleh anak usaha PIS yaitu PT Pertamina Energy Terminal (PET) dengan kontraktor EPC PT Wijaya Karya Tbk.
“Oleh sebab itu, kami sarankan pabrikan yang dirugikan oleh dugaan persekokolan ini bisa menggugat ke Pengadilan,” pungkas Yusri.
[red]