Kejagung Diduga Geledah Rumah Direksi Pertamina dan Subholding Subuh-Subuh? Marak TPPO, Wemenkum Prof Eddy‎: Tugas Pemasyarakatan dan Imigrasi Kian Berat Pak Bahlil, Masalah Impor Minyak Tidak Tergantung Beroperasinya RDMP Balikpapan Aceh Jadi Pusat Hilirisasi Gas Bumi dan Getah Pinus Pemerintah Siapkan Sejumlah Langkah ‎Antisipasi Bencana Cuaca Ekstrem di Jobodetabek Ditemukan Cadangan Gas Bumi di Sumur Geng North-1 Kaltim, SKK Migas: Jadi Game Changer

Opini

Ambisi Swasembada Biodiesel Indonesia: Untung Atau Buntung?

Avatarbadge-check


					Ilustrasi Biodiesel (Istimewa) Perbesar

Ilustrasi Biodiesel (Istimewa)

Ambisi Swasembada Biodiesel Indonesia: Untung Atau Buntung?

Oleh: Alfian Banjaransari*

 

Masyarakat Indonesia seyogyanya mendukung visi kemandirian yang diusung Prabowo Subianto. Namun, kita juga perlu berhitung matang. Kita tak bisa hanya mengandalkan nasionalisme semata; perlu kebijakan yang bijak dan realistis.

 

Dalam pertemuannya dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, presiden terpilih Prabowo Subianto berbicara mengenai pembatasan kelapa sawit oleh Uni Eropa. “Kalau Eropa tidak mau beli sawit kita, saya bilang terima kasih! Kita akan pakai untuk kepentingan rakyat, untuk swasembada energi,” katanya. Pernyataan ini muncul di tengah ketegangan akibat kebijakan Uni Eropa yang memperketat impor minyak kelapa sawit dari Indonesia dan Malaysia karena isu deforestasi dan dampak lingkungan lainnya.

Namun, ambisi untuk mencapai swasembada energi melalui biodiesel bukan suatu hal yang mudah, jika tak mau dibilang mustahil. Memang, penghematan hingga US$20 miliar atau Rp300 triliun per tahun tampak menggiurkan, namun justru di sinilah letak masalahnya. Betapa tidak, untuk mencapai target B50 —yakni mencampur 50% biodiesel dalam bahan bakar diesel—Indonesia perlu memperluas lahan sawit hingga 3-4 juta hektar, atau setara dengan luas pulau Bali! Ini berarti risiko lingkungan yang dahsyat, termasuk deforestasi besar-besaran dan hilangnya keanekaragaman hayati. Risiko lingkungan ini bukan hanya masalah domestik; dampaknya sangat mungkin akan merusak reputasi Indonesia di mata dunia luar, mengingat minyak kelapa sawit sering dianggap sebagai penyebab utama deforestasi global (diperkirakan Indonesia kehilangan sekitar 500.000 hektar hutan setiap tahunnya). Dampaknya akan jauh dari sekadar soal ekonomi.

Bukan hanya itu, tentu kita masih ingat bagaimana krisis minyak goreng tahun 2022 silam menggegerkan masyarakat. Ketika produksi minyak kelapa sawit dialihkan untuk biodiesel, pasokan minyak goreng dalam negeri akan menyusut, sehingga harga melonjak tajam. “Jika kita aman pangan, aman energi, kita tidak perlu takut siapapun di dunia ini,” ujar Prabowo. Namun, tentu kita bertanya, apa gunanya swasembada energi jika rakyat kesulitan mendapat minyak goreng? Atau mungkin ada rencana mitigasi yang sudah dipikirkan masak-masak?

Memang, ekspor minyak kelapa sawit, yang menghasilkan pemasukan lebih dari US$23 miliar pada 2022, berperan besar dalam perekonomian Indonesia. Minyak kelapa sawit adalah komoditas pertanian nomor satu Indonesia. Sebagai jawara komoditas ekspor—India dan Tiongkok sebagai pasar utama—tentu ini kepentingan strategis yang tidak bisa dengan serta merta diubah. Belum lagi, biodiesel sendiri memiliki efisiensi energi yang lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil. Menghemat Rp300 triliun mungkin terdengar hebat, tapi apakah masyarakat siap dengan dampak dari kebijakan ini? Lagipula, hal ini tak mengubah kenyataan bahwa Indonesia tetap saja harus mengimpor bahan bakar fosil untuk  memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri.

Masyarakat Indonesia seyogyanya mendukung visi kemandirian yang diusung Prabowo Subianto. Namun, kita juga perlu berhitung matang. Kita tak bisa hanya mengandalkan nasionalisme semata; perlu kebijakan yang bijak dan realistis, yang bisa memastikan pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan lingkungan atau rakyat.

 

*Penulis adalah Country Manager Center for Market Education Indonesia

Berita Terbaru

Kejagung Diduga Geledah Rumah Direksi Pertamina dan Subholding Subuh-Subuh?

11 December 2024 - 20:30 WIB

Ilustrasi: Gedung Pertamina.

Marak TPPO, Wemenkum Prof Eddy‎: Tugas Pemasyarakatan dan Imigrasi Kian Berat

11 December 2024 - 19:29 WIB

Wamenkum Prof Eddy mengatakan, tugas imigrasi dan pemasyarakatan kian berat dengan maraknya TPPO dan perubahan paradigma hukum pidana. (Indonesiawatch.id/Dok. Kemenkum)

Pak Bahlil, Masalah Impor Minyak Tidak Tergantung Beroperasinya RDMP Balikpapan

11 December 2024 - 16:55 WIB

Samuel Rizal dan Menteri Bahlil Lahadalia serta istri, di kantor BKPM, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (24/12) (Foto: Grid.ID / Annisa Dienfitri)

Aceh Jadi Pusat Hilirisasi Gas Bumi dan Getah Pinus

11 December 2024 - 16:08 WIB

Ilustrasi hilirisasi gas. (Indonesiawatch.id/Dok. Pertamina)

Pemerintah Siapkan Sejumlah Langkah ‎Antisipasi Bencana Cuaca Ekstrem di Jobodetabek

11 December 2024 - 14:19 WIB

Populer Berita Daerah