Jakarta, Indonesiawatch.id – Keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) semakin memprihatinkan. Laporan keuangan Garuda Indonesia di Kuartal III (Q3) tahun 2024 menunjukkan, kerugian yang semakin dalam di tubuh perseroan.
Di Kuartal III tahun ini, rugi periode berjalan Garuda sebesar USD129,61 juta atau sekitar Rp2 triliun. Angka tersebut melonjak sebesar 79,86% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu sebesar USD72,06 juta.
Baca juga:
Garuda Indonesia Mau RUPS Luar Biasa, Ada Perombakan Direksi
Semakin boncosnya keuangan perseroan bukan tanpa sebab. Dari laporan keuangan Garuda Q3 tahun 2024, menunjukkan bahwa beban usaha maskapai nasional itu melonjak.
Di periode Q3 tahun 2024, total beban usaha Garuda sebesar USD2,38 miliar atau sekitar Rp37,4 triliun. Nilai beban tersebut naik 19,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar USD1,99 miliar.
Jika dirinci, semua beban keuangan Garuda melonjak di Q3 tahun 2024 secara tahunan. Paling banyak adalah kenaikan beban operasional penerbangan sebesar 14% atau naik sekitar USD158,93 juta, setara Rp2,5 triliun.
Kemudian ada beban biaya kebandaraan yang naik 23,38% atau sekitar USD36,2 juta, beban pelayanan penumpang naik sebasar 36,01% atau sekitar USD44,4 juta, dan beban umum dan administrasi sebesar 22,81% atau sekitar USD29,44 juta.
Lalu ada beban biaya operasional hotel yang naik sebesar 1,74% atau sekitar USD260.381, beban operasional transportasi naik sebesar 5,66% atau sekitar USD490.915 dan beban beban operasional jaringan naik 12,43% atau sektiar USD393.040.
Dari semua beban tersebut, kenaikan yang paling mencolok hingga Q3 tahun 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu adalah beban pemeliharaan dan perbaikan. Kenaikan beban biaya ini sebesar 51% atau sekitar USD139,52 juta, setara Rp2,2 triliun.
Akibat kerugian ini, saham Garuda di penutupan 31 Oktober 2024, anjlok 3,23% ke level Rp60/saham. Atau selama sepekan terakhir, saham emiten GIAA ini sudah turun 4,76%.
[red]