Jakarta, Indonesiawatch.id – PT Pertamina (Persero) mengklaim sudah berhasil memproduksi bahan bakar jenis Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur untuk pesawat. Bahkan, produknya mau dipasarkan pada Bulan September 2024.
“Kita mau pasarkan SAF dalam event Bali International Airshow,” ujar Wakil Direktur Utama PT Pertamina Wiko Migantoro, di acara Press Conference Bali International Airshow, Jakarta, Senin (19/9).
Wakil Direktur Utama Pertamina Wiko Migantoro mengatakan SAF tersebut diproduksi di Kilang Cilacap. Kata Wiko, bioavtur Pertamina sudah pernah diujicoba oleh Garuda Indonesia untuk penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta (Tangerang) menuju Bandara Adi Soemarmo (Surakarta) pada Oktober 2023.
Dikutip dari website Pertamina.com, SAF telah diinisiasi sejak tahun 2010 melalui Research & Technology Innovation Pertamina. Pada tahun 2021, PT Kilang Pertamina Internasional berhasil memproduksi SAF J2.4 di Refinery Pertamina Unit IV Cilacap dengan teknologi Co-Processing dari bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO).
RBDPKO merupakan minyak inti sawit yang telah mengalami proses pengolahan pemucatan, penghilangan asam lemak bebas dan bau. Kapasitasnya mencapai 1.350 kilo liter (KL) per hari.
Ketika dikonfirmasi batas ketinggian uji coba bioavtur, VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso meminta menanyakan ke pihak Garuda. “Tanya Garuda mungkin,” ujarnya kepada Indonesiawatch.id, (20/08).
Meskipun diklaim sudah bisa digunakan untuk pesawat, hanya saja bioavtur tersebut belum bisa dikomersilkan. Sejauh ini belum ada aturan teknis untuk komersialisasi bioavtur, sehingga belum wajib digunakan maskapai.
Ketika dikonfirmasi mengenai jadwal komersil bioavtur Pertamina, Fadjar enggan berkomentar. “Belum dikomersialkan,” ujarnya.
Dia meminta agar menanyakannya ke regulator, yakni Kementerian ESDM. “Tanya ESDM, supaya ada sudut pandang pemerintah. Karena kita kan produsen sekaligus operator saja,” katanya.
Ketika dikonfirmasi tentang biaya pokok produksi Bioavtur, Fadjar melemparnya ke pihak Pertamina Patra Niaga. Lalu redaksi Indonesiawatch.id berupaya mengkonfirmasi ke Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.
Sayangnya pria yang pernah didemo aktivis karena pembangunan Depot Mini LPG Pressurized di Lombok NTB, bungkam. Begitu juga dengan Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari, tidak merespon konfirmasi Indonesiawatch.id.
[red]