Berkali-kali Firli Mangkir & Tidak Ditahan, MAKI: Penyidik Tidak Profesional Bencana Beruntun Longsor & Banjir di Deli Serdang Sumut, Ada Korban Jiwa Fiskal Mepet, Prabowo Turunkan Anggaran Makan Bergizi Gratis Jadi Rp10 Ribu per Anak Aktivis Aceh Cut Farhani Ucapkan Selamat atas Keunggulan Mualem – Dek Fadh, Jaga Amanah Rakyat Pengentasan Kemiskinan dengan Gerakan “Berantas Buta Finansial” Keuangan Perusahaan Grup Bakrie Ini Semakin Boncos, Liabilitas Rp13 Triliun

Politik

Brutal, Kasar! Amnesty Kecam Kekerasan Polisi terhadap Pengunjuk Rasa Demo Pilkada

Avatarbadge-check


					Aksi Pengamanan Demonstrasi oleh Polisi (Doc. Detik) Perbesar

Aksi Pengamanan Demonstrasi oleh Polisi (Doc. Detik)

Jakarta, Indonesiawatch.id – Aksi demonstrasi menolak Revisi UU Pilkada digelar puluhan ribu massa di sejumlah kota besar di Indonesia pada Kamis, 22 Agustus 2024. Masyarakat menyampaikan protes serentak di Jakarta, Bandung, Semarang, dan Makassar. Namun, aksi unjuk rasa tersebut ditanggapi aparat keamanan dengan sikap yang eksesif dan penggunaan kekuatan pengamanan yang berlebihan.

Di Jakarta tercatat lebih kurang belasan orang ditangkap aparat keamanan. Jumlah mereka yang diamankan terus bertambah. Termasuk di dalamnya staf Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Direktur Lokataru. Keduanya menjadi korban luka pemukulan aparat. Selain itu, sembilan orang lainnya juga menjadi korban kekerasan polisi, termasuk mahasiswa dari Universitas Paramadina dan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA).

Kekerasan dan tindakan represif polisi juga dialami tujuh jurnalis dari berbagai media termasuk di antaranya Tempo, IDN Times, dan MaknaTalks. Di Bandung, polisi tertangkap video mengejar dan memukul pengunjuk rasa dengan tongkat dan menginjaknya.

Di Semarang, setidaknya 15 mahasiswa dari berbagai kampus termasuk Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Negeri Semarang (UNNES), dan UIN Walisongo. Korban kekerasan dirawat di Rumah Sakit (RS) Roemani akibat tembakan gas air mata polisi ke arah pengunjuk rasa. Korban mengalami gejala seperti sesak nafas, mual, mata perih, dan beberapa bahkan pingsan.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengecam perilaku aparat dalam sejumlah aksi unjuk rasa #peringatandarurat di berbagai kota. “Satu kata, brutal. Pengamanan yang semula kondusif, berujung brutal. Dan fatalnya, ini bukan pertama kali. Aparat yang brutal tersebut seolah tidak mau belajar dari sejarah, bahwa penggunaan kekuatan eksesif telah merenggut HAM, dari hak untuk berkumpul damai, hingga hak untuk hidup, tidak disiksa dan diperlakukan tidak manusiawi,” kata Usman Hamid dalam keterangannya kepada Indonesiawatch.id.

Dirinya menyayangkan tindakan eksesif polisi kepada warga sipil. Amnesty memantau langsung jalannya aksi protes dan menemukan fakta banyak masyarakat yang ditangkap dan diperlakukan dengan cara-cara yang tidak mencerminkan penegakan hukum yang profesional. “Mereka bukan kriminal, tapi warga yang ingin mengkritik pejabat dan lembaga negara. Bahkan jika melanggar hukum pun, tidak boleh diperlakukan dengan tindakan brutal,” ujar Usman.

Menurutnya, jika ada peserta aksi unjuk rasa yang melakukan perobohan pagar Gedung DPR, tidak berarti perilaku brutal aparat diperbolehkan. “Kekuatan hanya bisa dipakai ketika polisi bertindak untuk melindungi atau menyelamatkan jiwa, baik jiwa peserta aksi maupun petugas. Di lapangan, kekerasan yang dilakukan aparat sangatlah tidak perlu. Tidak ada jiwa yang terancam,” tutur Usman.

Menurutnya, perilaku aparat yang brutal adalah bukti gagalnya aparat menyadari bahwa siapapun berhak untuk memprotes melalui unjuk rasa. Rakyat berhak untuk menggugat, tidak setuju atau beroposisi. Hal tersebut dilindungi oleh hukum nasional maupun internasional. “Penggunaan kekuatan yang eksesif seperti kekerasan, peluru karet, gas air mata, kanon air maupun tongkat pemukul, tidak diperlukan sepanjang tidak ada ancaman nyata. Itu harus dipertanggungjawabkan,” kata Usman.

Usman menyatakan, negara harus mengusut dan menindak pelaku kekerasan supaya tidak jatuh lagi korban. “Presiden dan DPR harus belajar menghormati hak warga negara untuk dilibatkan dalam pembuatan kebijakan. Ini adalah penyebab utama mengapa mahasiswa dan masyarakat terpaksa turun ke jalan,” tuturnya.

Semua brutalitas aparat, lanjut Usman, menunjukkan bahwa janji polisi bersikap profesional dan menjadi pengayom, seperti kerap dinyatakan Kapolri tidak terbukti dalam kasus perlakuan yang brutal.

“Sudah saatnya Indonesia meninggalkan perilaku kekerasan yang tidak perlu, menghentikan rantai impunitas dengan memproses hukum aparat keamanan yang terlibat secara terbuka, independen dan seadil-adilnya,” ujar Usman.

Sebelumnya pada 2020, Amnesty International memverifikasi 51 video yang menggambarkan 43 insiden kekerasan polisi selama aksi unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja. Kekerasan yang dilakukan oleh aparat jelas bertentangan dengan Peraturan Kepala Kepolisian  Negara Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum mengatur kewajiban dan tanggung jawab polisi untuk melindungi HAM dan juga menghargai prinsip praduga tidak bersalah.

Dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Protap Dalmas) juga telah diatur secara jelas bahwa polisi dilarang bersikap arogan, terpancing perilaku massa, melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai prosedur, mengucapkan kata-kata kotor, melakukan pelecehan seksual, membawa senjata tajam dan peluru tajam, keluar dari formasi dan mengejar massa secara perseorangan, bahkan memaki-maki pengunjuk rasa.

Amnesty meyakini kekerasan tidak boleh digunakan untuk menghukum mereka yang (dituduh atau diduga) tidak patuh terhadap kebijakan pemerintah atau hanya mengekspresikan kebebasan berkumpul. “Jika penggunaan kekuatan tidak dapat dihindari, petugas penegak hukum harus secara jelas diperintahkan untuk menghindari terjadinya cedera serius dan tidak menyerang bagian tubuh yang vital,” pungkas Usman.

[red]

Berita Terbaru

Bencana Beruntun Longsor & Banjir di Deli Serdang Sumut, Ada Korban Jiwa

30 November 2024 - 14:02 WIB

Petugas tim SAR gabungan mengevakuasi korban dan puing-puing yang berserakan akibat longsor yang menutup jalan jalur Medan-Kabupaten Karo di Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis, 28/11/2024. (AP Photo/Binsar Bakkara)

Fiskal Mepet, Prabowo Turunkan Anggaran Makan Bergizi Gratis Jadi Rp10 Ribu per Anak

30 November 2024 - 07:26 WIB

Fiskal Mepet, Prabowo turunkan Anggaran Makan Bergizi Gratis jadi Rp10 ribu/Anak

Aktivis Aceh Cut Farhani Ucapkan Selamat atas Keunggulan Mualem – Dek Fadh, Jaga Amanah Rakyat

29 November 2024 - 15:43 WIB

Pasangan calon Mualem - Dek Fadh di Pilgub Aceh.

Pengentasan Kemiskinan dengan Gerakan “Berantas Buta Finansial”

29 November 2024 - 13:31 WIB

Keuangan Perusahaan Grup Bakrie Ini Semakin Boncos, Liabilitas Rp13 Triliun

29 November 2024 - 08:56 WIB

Keuangan Perusahaan Grup Bakrie Ini Semakin Boncos, Liabilitas Rp13 Triliun
Populer Berita Ekonomi