Pak Bahlil, Masalah Impor Minyak Tidak Tergantung Beroperasinya RDMP Balikpapan Aceh Jadi Pusat Hilirisasi Gas Bumi dan Getah Pinus Pemerintah Siapkan Sejumlah Langkah ‎Antisipasi Bencana Cuaca Ekstrem di Jobodetabek Ditemukan Cadangan Gas Bumi di Sumur Geng North-1 Kaltim, SKK Migas: Jadi Game Changer ‎Eks Staf Ahli Anggota DPD Minta KPK Usut Dugaan Korupsi Mantan Bosnya Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian Terpusat di Sukabumi

Opini

Buyarnya Mimpi Jokowi: Harapan Indonesia Miliki Coast Guard Bertaraf Internasional

Avatarbadge-check


					Soleman B. Ponto (Istimewa) Perbesar

Soleman B. Ponto (Istimewa)

Buyarnya Mimpi Jokowi: Harapan Indonesia Miliki Coast Guard Bertaraf Internasional

Oleh:

Laksda TNI (Purn.) Soleman B. Ponto*

 

Pada Februari 2014, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan instruksi kepada Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksamana Madya TNI Aan Kurnia, dengan harapan besar mengubah Bakamla menjadi sebuah Coast Guard Indonesia yang kuat dan setara dengan Coast Guard negara-negara maju. Presiden Jokowi menggarisbawahi bahwa Bakamla adalah embrio dari Coast Guard yang diimpikannya. Sayangnya, setelah sepuluh tahun berlalu, harapan tersebut belum terwujud. Sebentar lagi masa jabatan Presiden Jokowi akan berakhir, namun satu perintah penting ini masih belum berhasil dilaksanakan.

Salah satu hal yang menjadi tolok ukur internasional dalam pembentukan sebuah Coast Guard adalah memiliki kewenangan penuh sebagai penegak hukum, yang termasuk kewenangan sebagai penyidik. Namun, mimpi ini tampaknya semakin jauh dari kenyataan. Revisi kedua Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengusulkan bahwa Coast Guard akan berada langsung di bawah presiden, tetapi konsekuensinya tidak akan memiliki kewenangan sebagai penyidik. Ini menimbulkan masalah besar, karena tanpa kewenangan penyidik, Coast Guard Indonesia tidak akan dapat berfungsi sebagaimana mestinya sebagai penegak hukum di laut. Situasi ini serupa dengan yang terjadi bagi Bakamla saat ini, yang juga berada langsung di bawah presiden tetapi tidak memiliki kewenangan penyidik.

Perubahan Nama dan Fungsi: Dari “Coast Guard” ke “Pengawas Pelayaran”

Pada 16 Agustus 2024, pembahasan mengenai revisi ketiga UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran berlangsung di Kementerian Perhubungan. Salah satu poin menarik dalam revisi ini adalah perubahan Pasal 1 Ayat 59, yang secara mendasar mengubah nama “Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard)” menjadi “Pengawas Pelayaran”. Sebelumnya, Pasal 1 Ayat 59 dalam UU Pelayaran menyebutkan bahwa Penjagaan Laut dan Pantai bertanggung jawab atas keselamatan dan penegakan hukum di laut dan pantai, serta berada langsung di bawah presiden. Namun, dalam revisi ketiga, fungsi tersebut diubah menjadi “Pengawas Pelayaran”, yang berfokus hanya pada pengawasan pelayaran dan tidak lagi disebut sebagai Coast Guard.

Perubahan ini tidak hanya menyederhanakan peran Coast Guard menjadi sekadar pengawas, tetapi juga menghilangkan harapan Indonesia untuk memiliki institusi yang berfungsi seperti Coast Guard di negara-negara lain. Apabila revisi ini disetujui, maka kapal yang digunakan oleh institusi ini tentunya akan disebut “Kapal Pengawas Pelayaran”, yang serupa dengan “Kapal Pengawas Perikanan” milik Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal ini tentu menjadi sebuah ironi, mengingat mimpi Presiden Jokowi adalah untuk memiliki Coast Guard yang bertaraf internasional, namun kenyataannya Indonesia justru akan memiliki Pengawas Pelayaran tanpa kewenangan penyidik.

Dilema Hukum: Coast Guard Tanpa Kewenangan Penyidik

Jika revisi kedua UU 17/2008 tentang Pelayaran yang mengatur Coast Guard disetujui, maka Coast Guard Indonesia akan tetap berada langsung di bawah presiden tetapi tanpa kewenangan sebagai penyidik. Hal ini menjadi masalah besar, karena kewenangan penyidik adalah salah satu elemen penting yang harus dimiliki oleh institusi penegak hukum di laut. Hal serupa juga terjadi pada Bakamla, yang meskipun berada langsung di bawah presiden, tidak memiliki kewenangan penyidik sehingga tidak dapat menjalankan fungsi penegakan hukum dengan optimal. Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan wilayah laut yang sangat luas, membutuhkan institusi yang kuat dan berdaya guna untuk menjaga keamanan serta menegakkan hukum di laut. Sayangnya, dengan tidak dimilikinya kewenangan penyidik personal Coast Guard, fungsi penting ini tidak dapat dijalankan dengan baik.

Apa yang Harus Dilakukan untuk Mewujudkan Mimpi Presiden Jokowi?

Untuk mewujudkan mimpi besar Presiden Jokowi agar Indonesia memiliki Coast Guard bertaraf internasional, ada satu langkah sederhana namun krusial yang bisa diambil: Presiden Jokowi bisa mengeluarkan dekrit presiden untuk kembali ke UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran versi aslinya. Dengan melakukan hal ini, Coast Guard Indonesia akan lahir sebagai institusi yang memiliki kewenangan penuh sebagai penegak hukum, termasuk kewenangan penyidik. Ini adalah momen yang sangat penting dan kesempatan yang mungkin tidak akan datang lagi. Jika langkah ini tidak diambil, Presiden Jokowi mungkin akan dikenang sebagai pemimpin yang gagal mewujudkan salah satu mimpi besarnya selama 10 tahun masa pemerintahannya.

Kesimpulan: Antara Harapan dan Kenyataan

Mimpi Presiden Jokowi untuk memiliki Coast Guard yang bertaraf dunia adalah sebuah visi yang penting bagi pelaku usaha maritim Indonesia. Namun, visi ini masih jauh dari kenyataan. Revisi terhadap UU Pelayaran tidak hanya mengubah struktur dan kewenangan Coast Guard, tetapi juga mereduksi fungsi penting institusi ini menjadi sekadar pengawas pelayaran. Tanpa kewenangan penyidik, Coast Guard Indonesia tidak akan mampu menjadi institusi yang berfungsi penuh sebagai penegak hukum di laut.

Kini, keputusan ada di tangan Presiden Jokowi. Apakah beliau akan mengambil langkah yang diperlukan untuk mewujudkan mimpinya, ataukah mimpi itu akan tetap menjadi angan-angan yang tidak pernah terwujud? Jawabannya ada pada tindakan yang akan diambil sebelum masa jabatannya berakhir​.

*) Kepala BAIS TNI 2011-2013

Berita Terbaru

Pak Bahlil, Masalah Impor Minyak Tidak Tergantung Beroperasinya RDMP Balikpapan

11 December 2024 - 16:55 WIB

Samuel Rizal dan Menteri Bahlil Lahadalia serta istri, di kantor BKPM, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (24/12) (Foto: Grid.ID / Annisa Dienfitri)

Aceh Jadi Pusat Hilirisasi Gas Bumi dan Getah Pinus

11 December 2024 - 16:08 WIB

Ilustrasi hilirisasi gas. (Indonesiawatch.id/Dok. Pertamina)

Pemerintah Siapkan Sejumlah Langkah ‎Antisipasi Bencana Cuaca Ekstrem di Jobodetabek

11 December 2024 - 14:19 WIB

Ditemukan Cadangan Gas Bumi di Sumur Geng North-1 Kaltim, SKK Migas: Jadi Game Changer

11 December 2024 - 13:32 WIB

Ilustrasi Sumur Geng North-1 (Foto: SKK Migas)

‎Eks Staf Ahli Anggota DPD Minta KPK Usut Dugaan Korupsi Mantan Bosnya

11 December 2024 - 10:21 WIB

Populer Berita Hukum