Ancaman Pengkhianat Bangsa CBA: Pertamina Patra Niaga Diminta Jangan Tutup-Tutupi Pemain Gas Elpiji Melon BPMA untuk Rakyat Aceh, Bukan Tangan Oligarki Tambang Migas Guru Besar UIN Jakarta Apresiasi Prestasi Indonesia dalam MTQ Internasional Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg, Mematikan Usaha Akar Rumput Sistem Pertahan & Keamanan Rakyat Semesta: Filosofi Bela Negara atau Bela Oligarki Taipan

Ekonomi

CME-ID: Indonesia Naik dari Peringkat 66 ke 64 dalam Indeks Kebebasan Ekonomi

Avatarbadge-check


					Ilustrasi Kondisi Ekonomi Indonesia (Doc. Kemenkeu) Perbesar

Ilustrasi Kondisi Ekonomi Indonesia (Doc. Kemenkeu)

Jakarta, Indonesiawatch.id – Indonesia menempati peringkat ke-64 dari 165 negara dan wilayah dalam laporan tahunan Indeks Kebebasan Ekonomi Dunia atau Economic Freedom of the World (EFW) yang dirilis baru-baru ini oleh Center for Market Education Indonesia (CME ID) bekerja sama dengan Fraser Institute dari Kanada. Diketahui, pada laporan tahun lalu, Indonesia berada di peringkat ke-66.

Secara keseluruhan, skor Indonesia naik sedikit dari 6,94 menjadi 6,96 dalam skala 0 hingga 10. Peningkatan tersebut didorong oleh kemajuan dua dari lima aspek utama indeks—ukuran pemerintah dan kebebasan perdagangan internasional—yang sayangnya dibarengi oleh penurunan skor pada aspek sistem hukum dan hak kepemilikan, akses terhadap mata uang stabil, serta regulasi.

Dari penilaian skor yang ada, untuk aspek ukuran pemerintah naik dari 8,41 menjadi 8,51. Untuk aspek sistem hukum dan hak kepemilikan (disesuaikan dengan ketimpangan gender) turun dari 4,58 menjadi 4,53. Untuk akses terhadap uang stabil turun dari 9,33 menjadi 8,92. Sementara itu, untuk aspek kebebasan perdagangan internasional naik dari 6,52 menjadi 7,04. Terakhir, aspek regulasi turun dari 5,86 menjadi 5,81.

“Kita patut bangga terhadap kemajuan signifikan yang telah dicapai, tidak hanya dalam peringkat keseluruhan, tetapi terutama dalam ukuran pemerintah dan kebebasan perdagangan internasional. Pemerintah yang baru perlu mempertahankan kinerja yang sudah baik ini,” ujar Country Manager CME ID, Alfian Banjaransari.

“Setelah puluhan tahun mengalami peningkatan yang meski lambat namun stabil, kebebasan ekonomi global mencapai puncaknya pada 2019, untuk kemudian mengalami penurunan selama tiga tahun berturut-turut. Selama lebih dari 25 tahun kami melakukan pengukuran, ini adalah sebuah tren yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata peneliti senior di Fraser Institute dan kontributor laporan, Matthew Mitchell.

Kebebasan ekonomi didefinisikan sebagai sejauh mana individu memiliki keleluasaan untuk membuat keputusan ekonomi secara mandiri, terhadap apa yang akan dibeli, di mana dan bagaimana mereka akan bekerja, serta bagaimana memulai dan menjalankan bisnis—merupakan fondasi utama bagi terciptanya kemakmuran.

Indeks ini mengukur kebebasan ekonomi melalui keterbukaan perdagangan, beban pajak dan regulasi, pengeluaran pemerintah, perlindungan terhadap individu dan hak milik, serta akses warga terhadap uang yang stabil.

Berdasarkan data terakhir tahun 2022, Hong Kong menjadi wilayah dengan tingkat kebebasan ekonomi tertinggi di dunia, meskipun skornya menurun dalam beberapa tahun terakhir. Posisi kedua ditempati Singapura, disusul oleh Swiss di peringkat ketiga, Selandia Baru di peringkat keempat, dan Amerika Serikat di peringkat kelima.

Di sisi lain, sepuluh negara dengan peringkat terendah dalam indeks ini adalah Yaman (156), Libya (157), Iran (158), Argentina (159), Myanmar (160), Aljazair (161), Suriah (162), Sudan (163), Zimbabwe (164), dan Venezuela sebagai juru kunci di peringkat ke-165.

Masyarakat di negara dengan kebebasan ekonomi tinggi menikmati kemakmuran lebih besar, kebebasan politik dan sipil lebih luas, serta harapan hidup lebih panjang. Pada 2022, PDB per kapita di kuartil teratas mencapai US$52.877, jauh di atas US$6.968 di kuartil terbawah. Kemiskinan ekstrem juga lebih rendah; hanya 1 persen populasi di kuartil teratas hidup dengan kurang dari US$2,15 per hari, dibandingkan 30 persen di kuartil terbawah.

Lebih lanjut, harapan hidup di negara kuartil teratas mencapai 80,5 tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan 64,9 tahun di kuartil terbawah. “Saat orang bebas mengejar peluang dan merdeka membuat pilihan ekonomi sendiri, mereka hidup lebih makmur, bahagia, dan sehat,” pungkas Mitchell.

Fraser Institute menyusun laporan tahunan EFW bekerja sama dengan Economic Freedom Network, jaringan lembaga riset dan pendidikan independen di hampir 100 negara dan wilayah. Laporan ini adalah referensi utama kebebasan ekonomi dunia, dengan lebih dari 14.000 kutipan dan hampir 1.000 studi akademik terpublikasi menggunakan data ini.

Laporan ini ditulis oleh mendiang Profesor James Gwartney dari Florida State University; serta Robert A. Lawson dan Ryan Murphy dari Southern Methodist University. Kontribusi tambahan diberikan oleh Matthew D. Mitchell (Fraser Institute), Kevin Grier dan Robin Grier (Texas Tech University), serta Daniel J. Mitchell dari Center for Freedom and Prosperity.

[red]

Berita Terbaru

Ancaman Pengkhianat Bangsa

8 February 2025 - 05:07 WIB

CBA: Pertamina Patra Niaga Diminta Jangan Tutup-Tutupi Pemain Gas Elpiji Melon

7 February 2025 - 01:16 WIB

Ilustrasi: Gedung Pertamina Patra Niaga.

BPMA untuk Rakyat Aceh, Bukan Tangan Oligarki Tambang Migas

7 February 2025 - 01:06 WIB

Kantor Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA).

Guru Besar UIN Jakarta Apresiasi Prestasi Indonesia dalam MTQ Internasional

4 February 2025 - 15:10 WIB

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie

Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg, Mematikan Usaha Akar Rumput

2 February 2025 - 21:03 WIB

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi (Foto: dunia-energi.com)
Populer Berita Energi