Menu

Dark Mode
Perubahan Paradigma Stratifikasi Sosial Pemicu Korupsi di Indonesia Revisi 4 Pilar MPR dalam Rangka Pelurusan Pemahaman Jati Diri Bangsa Indonesia Kuda Troya Belanda & Martabat Kedaulatan Indonesia Layar Sinema Australia Kembali Hadir di FSAI 2025 Wajah Baru Koperasi Desa Merah Putih Ekonomi Kerakyatan dengan Pendekatan Topdown Pakar Hukum Pidana: Sudah Benar SP3 Kasus Dugaan Eksploitasi Mantan Pekerja Sirkus OCI

Ekonomi

CME: Keberadaan Danantara Bak Madu dan Racun Bagi Ekonomi Nasional

Avatarbadge-check


					Kantor Danantara (Doc. Danantara) Perbesar

Kantor Danantara (Doc. Danantara)

Jakarta, Indonesiawatch.id – Lembaga think thank ekonomi terkemuka di Asia Tenggara, Center for Market Education (CME) turut menaruh perhatian besar terhadap Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. CME berpandangan, portofolio Dewan Penasihat Internasional sudah sesuai dengan prinsip modern portfolio theory yang dapat menjadi sarana efektif pengelolaan risiko investasi.

Untuk diketahui, Danantara telah mengumumkan susunan manajemennya. Nama-nama beken turut meramaikan kepengurusan Danantara. Sebut saja Ray Dalio, begawan investasi dari Bridgewater Associate, Jeffrey Sachs pengamat ekonomi dan geopolitik dari Columbia University, hingga mantan Perdana Menteri (PM) Thailand Thaksin Shinawatra.

“Langkah pembentukan Danantara ini jika diimbangi dengan tata kelola yang transparan dan independen, dapat membantu meredam tekanan pasar jangka pendek dan mengarahkan modal ke proyek-proyek global yang menjanjikan,” ujar CEO dari Center for Market Education, Carmelo Ferlito dalam keterangan resminya.

Dengan dukungan investasi awal sebesar US$20 miliar yang dialokasikan melalui pemotongan anggaran, Danantara digadang-gadang menjadi mesin dividen yang dapat mendukung pembangunan ekonomi nasional berkelanjutan.

Menurut Carmelo, pengalaman negara tetangga, terutama skandal 1MDB di Malaysia dan keberhasilan pengelolaan Temasek oleh Singapura menjadi pelajaran penting bagi Indonesia dalam mengelola Danantara. Teori principal-agent menyoroti betapa lemahnya pengawasan dan intervensi politik dapat mengakibatkan penyelewengan dana dalam skala besar.

Menurut Chief Economist CME, Alvin Desfiandi, untuk menghindari nasib serupa 1MDB, Danantara harus menerapkan kerangka tata kelola (governance) yang kokoh, pengambilan keputusan yang transparan, dan standar akuntabilitas yang ketat.

“Peran dewan pengawas dan manajerial yang jelas, audit independen secara rutin, serta budaya organisasi yang mendorong profesionalisme menjadi kunci agar Danantara dapat beroperasi secara efektif tanpa tercemar kepentingan politik,” kata Alvin Desfiandi.

Alvin menyebut keberadaan Danantara bak dua sisi mata uang. Danantara dapat menjadi “madu” bahkan dapat pula menjadi “racun” bagi perekonomian nasional. Hal itu dikaitkan dengan gejolak pasar modal Indonesia. Danantara, lanjut Alvin, harus dilihat dalam konteks kondisi ekonomi saat ini.

“Danantara hadir di tengah gejolak pasar modal yang melanda Indonesia. Berita terbaru menunjukkan bahwa penurunan IHSG yang cukup signifikan medio Maret 2025 telah mengakibatkan tekanan kuat terhadap rupiah, yang semakin tertekan oleh dolar AS,” Alvin memaparkan.

Kondisi itu pula yang memaksa Bank Indonesia (BI) mengambil langkah ekspansif. Salah satunya dengan menargetkan pembelian Surat Berharga Nasional (SBN) di pasar sekunder yang nilainya mencapai ratusan triliunan rupiah.

Menurut akademisi Universitas Prasetiya Mulya itu, selain tekanan moneter yang mempersempit ruang gerak suku bunga, penurunan tingkat kepercayaan konsumen (consumer confidence) berdampak pada melemahnya konsumsi rumah tangga yang menyumbang 54% terhadap PDB nasional.

“Kita semua tahu bahwa Lebaran, momen tradisional yang biasanya meningkatkan daya beli dan konsumsi. Dalam situasi ini, wajar bila desakan muncul kepada pemerintah bersama BI agar mengambil langkah strategis untuk menyelaraskan kebijakan fiskal dan makroprudensial,” ucapnya.

Ia berharap pemerintah berhati-hati agar mekanisme pasar dapat berfungsi secara alami dalam menyeimbangkan penawaran dan permintaan modal, sekaligus mencegah distorsi alokasi sumber daya. “BI sebaiknya membiarkan mekanisme pasar bekerja. Solusi jangka panjang mau tidak mau harus lebih mengutamakan pembenahan struktural dan kebijakan yang mendorong efisiensi pasar,” kata Alvin.

Dalam konteks itu, Danantara krusial sebagai salah satu solusi struktural jangka panjang. “Dengan mengoptimalkan pengelolaan aset negara dan mengarahkan modal ke proyek-proyek produktif, Danantara berpotensi dapat mengurangi ketergantungan pada intervensi moneter yang sifatnya reaktif dan mendukung stabilitas ekonomi secara fundamental,” pungkas Alvin.

[red]

Berita Terbaru

Ekspresi Mantan Pemain Sirkus OCI Berubah-ubah di Podcast, Analis Mikroekspresi: Karena Sudah Sering Muncul di Talkshow

3 May 2025 - 12:42 WIB

Analis Gestur & Mikroekspresi Monica Kumalasari (Foto: Antaranews.com)

Indonesia Menuju Bangsa Gagal Budaya

3 May 2025 - 12:30 WIB

Sri Radjasa MBA (Pemerhati Intelijen).

Wibisono Apresiasi Pertemuan Presiden dengan 7 Pemred Media

9 April 2025 - 19:20 WIB

CME dan Universitas Prasetiya Mulya Berkolaborasi Gelar Business Economic Conference 2025

25 March 2025 - 18:25 WIB

CERI: Gubernur Aceh Tidak Mudah Percaya Janji Manis Pertamina soal Proyek PLTP

24 March 2025 - 11:11 WIB

Strategi Pembangunan Aceh Bermartabat Gubernur Aceh Terpilih Muzakir Manaf
Populer Berita Ekonomi