Jakarta, Indonesiawatch.id – Kewajiban sertifikasi halal bagi produk yang beredar di Indonesia sudah berlaku terhitung mulai 18 Oktober 2024. Sebelumnya pemerintah sudah memberlakukan penahapan produk wajib bersertifikat halal di seluruh wilayah Indonesia sejak 17 Oktober 2019.
Kewajiban sertifikasi halal tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). UU JPH juga menetapkan kewajiban bersertifikat halal bagi pelaku usaha di Indonesia dari yang sebelumnya voluntary menjadi mandatory.
Ketetapan wajib halal mencakup produk berupa: makanan dan minuman; obat dan kosmetika; produk kimiawi, produk biologi, dan produk rekayasa genetika; barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Sementara, jasa halal mencakup penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Haikal Hassan mengatakan, produk yang tidak dikenakan kewajiban sertifikasi halal adalah produk yang mengandung bahan nonhalal. Produk ini tetap boleh beredar dengan label khusus.
Hal itu merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal khusunya pasal 2 ayat 3 yang menyatakan, produk yang berasal dari bahan yang diharamkan dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal. Kemudian wajib diberikan keterangan tidak halal seperti pada ayat 3 Pasal tersebut.
“Konsumsi produk itu pilihan. Yang halal boleh beredar dengan bersertifikat halal. Yang enggak halal gimana? Ya boleh banget (beredar) asal dikasih label nonhalal, tidak halal,” kata Haikal Hassan dalam jumpa pers di Kantor BPJPH, Jakarta, pada Jumat, 1 November 2024.
Lelaki yang karib disapa Babe Haikal itu menegaskan, pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan yang berasal dari bahan yang diharamkan, wajib mencantumkan keterangan tidak halal. Keterangan tidak halal dapat berupa: gambar, tanda, dan/atau tulisan yang dicantumkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk; dan/atau tempat tertentu pada produk.
Klarifikasi Haikal Hasan terkait kewajiban sertifikasi halal melegakan publik. Pasalnya, baru-baru ini Haikal Hasan menjadi sorotan hingga dihujat warganet terkait pernyataannya soal sertifikat halal. Di mana ia mengatakan semua produk dan pelaku usaha wajib bersertifikat halal sebagaimana diatur UU. Baik itu produk berupa makanan, minuman, obat, kosmetik, fesyen, hingga sembelihan harus mencantumkan sertifikat halal.
Buntutnya, Babe Haikal menjadi sasaran warganet dan disentil mantan Menko Polhukam, Mahfud MD. Melalui akun Twitter-nya, Mahfud MD menilai penjelasan Haikal tentang sertifikasi halal adalah salah dan tidak realistis. Mahfud menyampaikan bahwa pernyataan tersebut bisa mempersulit dinamika perdagangan di Indonesia, yang kaya akan beragam produk.
Haikal buru-buru mengklarifikasi pernyataannya. Dirinya juga menyebut terbitnya PP Nomor 42 Tahun 2024 memastikan ketersediaan dan keterjaminan produk halal untuk konsumen. “Sedangkan bagi produsen produk, mereka juga dipermudah dalam menghadirkan produk berkualitas dan bernilai tambah karena berstandar halal, sekaligus mewujudkan pelayanan prima bagi konsumen,” ujar Haikal.
Menurut Haikal, penyelenggaraan JPH juga mempertimbangkan berbagai aspek teknis terkait. Tujuannya, agar implementasi kewajiban sertifikasi halal terlaksana tanpa menimbulkan kesulitan bagi dunia usaha.
Di antaranya, pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal diterapkan bagi produk dengan batasan yang jelas. BPJPH, lanjut Haikal, terus mengedukasi pelaku usaha agar melaksanakan sertifikasi halal dengan penuh kesadaran.
“Jangan jadikan sertifikasi halal sebagai beban, pemenuhan kewajiban regulasi, atau persoalan administratif saja. Terlebih saat ini kesadaran konsumen atas preferensi produk halal semakin tinggi,” pungkasnya.
[red]