Menu

Dark Mode
Universitas Bakrie Gelar Diskusi Dinamika Reformasi dan Tata Kelola Intelijen Tentara dalam Pusaran Kejahatan Merajut Kembali Imajinasi Kebangsaan jika Tidak Ingin Melihat Indonesia Tinggal Sejarah Pemerhati Intelijen: Serangan Balik Koruptor Kepada Kejagung Adalah Pelecehan Terhadap Kewibawaan Negara Di Kota Pahlawan, Zyrex Dorong Kemajuan Teknologi AI di Indonesia Wibisono: Tidak Mengembalikan Dwifungsi TNI, Revisi UU TNI Wajar

Politik

Ditembak Gas Air Mata, Dipukul! Amnesty Kecam Tindakan Represif Polisi

Avatarbadge-check


					Massa Aksi Demonstrasi Protes Darurat di Semarang (Doc. Amnesty) Perbesar

Massa Aksi Demonstrasi Protes Darurat di Semarang (Doc. Amnesty)

Jakarta, Indonesiawatch.id – Aksi represif aparat kepolisian terhadap massa aksi masyarakat sipil kembali terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah pada Senin, 26 Agustus 2024. Aksi yang diikuti mahasiswa, pelajar, dan masyarakat tersebut beragendakan mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi UU Pilkada dan mengkritik sepuluh tahun kepemimpinan Presiden Jokowi.

Halaman kantor DPRD Jawa Tengah dikawal oleh 1.000 personel kepolisian berkekuatan lengkap. Kehadiran polisi menutup hampir seluruh jalur evakuasi akhirnya massa aksi memutuskan menggeser titik aksi ke depan kantor DPRD Kota Semarang atau Balai Kota.

Pada sore hari, massa aksi mencoba memasuki Balai Kota Semarang namun terus diadang aparat kepolisian. Proses pengadangan dilakukan dengan represif ke massa aksi, sehingga memicu keributan. Bahkan, aparat kepolisian bersenjata lengkap membawa mobil water canon dan berulang kali menyemprotkan air. Aparat kepolisian mulai menembaki gas air mata, membuat massa aksi mundur dan berlarian.

Menjelang magrib, aparat mengancam melakukan pembubaran demo dengan alasan batasan jam untuk melakukan aksi. Polisi terlihat beberapa kali memukul massa aksi. Sumber kredibel Amnesty dari LBH Semarang menyebut, sekitar delapan orang peserta aksi mengalami bocor kepala karena kena pentungan polisi.

Sejumlah massa aksi terjebak di beberapa gedung, puluhan dari mereka pingsan dan luka-luka. Polisi terpantau terus menembaki gas air mata bahkan masuk ke perkampungan warga, dan sejumlah anak yang mengaji terkena gas air mata. Menurut laporan media, lebih dari 10 gas air mata ditembakkan ke peserta aksi yang bergerak ke arah Mal Paragon.

Pada malam, kesulitan kian melanda massa aksi lantaran tabung oksigen habis dan jumlah ambulan terbatas. Selain itu, beberapa gedung tempat massa aksi terjebak dijaga aparat sehingga ambulan sulit masuk.

Amnesty Indonesia melaporkan, puluhan massa aksi ditangkap polisi dan digelandang ke markas Polrestabes Semarang. Menurut data sementara, terdapat setidaknya 32 orang dari massa aksi yang ditangkap polisi. Mereka terdiri dari 22 pelajar, sembilan mahasiswa, dan satu orang pengemudi ojek online.

Selain itu, sedikitnya terdapat 33 korban aksi represif aparat dilarikan ke Rumah Sakit (RS) terdekat untuk mendapatkan pertolongan pertama. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengecam rangkaian kekerasan dan tindakan represif polisi dalam menghadapi demonstrasi sejak Kamis, 22 Agustus hingga Senin, 26 Agustus 2024.

“Sekali lagi, satu kata: brutal! Kekerasan yang kembali dilakukan aparat keamanan sulit untuk ditoleransi. Penggunaan gas air mata yang tidak perlu dan tidak terkendali hingga pemukulan menyebabkan banyak korban sipil, termasuk anak-anak di bawah umur,” kata Usman Hamid dalam keterangan yang diterima Indonesiawatch.id.

Usman menyebut, tindakan tersebut melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan berbahaya bagi keselamatan warga, terutama anak-anak yang terkena dampaknya. Menurutnya, keseluruhan peristiwa dan tindak kekerasan aparat keamanan yang terjadi sejak 22 hingga 26 Agustus 2024 mengarah pada pilihan kebijakan yang sistematis untuk meredam suara mahasiswa dan masyarakat.

“Terlihat jelas pola keberulangan. Apalagi ini bukan pertama kalinya terjadi. Baru pekan lalu kita saksikan brutalitas itu. Kini berulang kembali,” ujar Usman.

Ia mencatat, sepanjang pemerintahan Jokowi, pengerahan kekuatan yang berlebihan kerap menjadi jawaban bagi berbagai protes warga, mulai dari aksi Reformasi Dikorupsi, protes UU Cipta Kerja, protes warga Air Bangis di Sumatera Barat dan Rempang-Galang di Batam, hingga protes warga Dago Elos di Bandung.

Pilihan kebijakan terlihat di berbagai wilayah di mana aparat keamanan tampak melakukan serangan terhadap warga sipil yang sedang melakukan aksi protes damai. Bentuk serangan tersebut mulai dari praktik intimidasi, serangan fisik, penyiksaan dan perlakuan lain yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia.

Usman menyatakan, seluruh peristiwa tersebut menurut sifat dan lingkupnya dapat digolongkan sebagai pelanggaran berat HAM. Karena itu, ia mendesak Kapolri untuk mempertanggungjawabkan kebijakan represif yang sistematis dan meluas tersebut.

“Jika Kapolri enggan mempertanggungjawabkan dampaknya, dan itu terlihat dengan belum adanya langkah nyata yang menegaskan sikap Kapolri untuk memastikan akuntabilitas ditegakkan. Yaitu, mengajukan anggotanya yang terlibat peristiwa represif tersebut akan dibawa proses hukum dan pengadilan,” kata Usman.

[red]

Berita Terbaru

Universitas Bakrie Gelar Diskusi Dinamika Reformasi dan Tata Kelola Intelijen

21 March 2025 - 17:50 WIB

Pemerhati Intelijen: Serangan Balik Koruptor Kepada Kejagung Adalah Pelecehan Terhadap Kewibawaan Negara

18 March 2025 - 19:25 WIB

ilustrasi Gedung Kejagung.

Wibisono: Tidak Mengembalikan Dwifungsi TNI, Revisi UU TNI Wajar

18 March 2025 - 12:21 WIB

MAKI Paksa KPK Tuntaskan Kasus SKK Migas & Petral Lewat Praperadilan

17 March 2025 - 21:22 WIB

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.

Korupsi di Indonesia: Patah Satu Tumbuh Seribu

17 March 2025 - 10:28 WIB

Ilustrasi koruptor
Populer Berita Hukum