Menu

Dark Mode
Hampir 3 Tahun Pemekaran Papua, Anggota DPD RI: Belum Ada Perubahan Signifikan Presiden Harus Belajar dari Sultan Iskandar Muda Jejak Dua Tokoh Nasional di Era SBY, Diduga Menitip MRC ke Mantan Dirut Pertamina Alat AI Buatan Anak Bangsa Ini, Bisa Cegah Boncosnya Asuransi Jiwa Laut Direklamasi, Rel Diutangi Bapak Jaksa Agung Patuhi Perintah Presiden, Sikat Direksi BUMN yang Seperti Raja

Politik

DPR Apresiasi Pembentukan Ditjen Gakkum Kementerian ESDM, Kunci Sikat Tambang Ilegal

Avatarbadge-check


					Ilustrasi Tambang Ilegal (Doc. ANTARA Foto) Perbesar

Ilustrasi Tambang Ilegal (Doc. ANTARA Foto)

Jakarta, Indonesiawatch.id – Anggota Komisi XII DPR RI Meitri Citra Wardani mendukung rencana pembentukan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) di Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM).

Meitri menilai pembentukan direktorat baru tersebut sebagai wujud keseriusan pemerintah mengatasi masalah Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau tambang ilegal secara sistematis dan berkelanjutan.

“Kehadiran Ditjen Gakkum diharapkan mampu memimpin orkestrasi penanganan masalah tambang ilegal oleh berbagai satgas yang telah dibentuk pemerintah daerah agar penyelesaian masalah ini terlaksana secara terkoordinir, sistematis, dan berkelanjutan,” ujar Meitri Citra Wardani dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu, 13 November 2024.

Politisi PKS ini menegaskan, kegiatan tambang ilegal menimbulkan banyak dampak negatif, di antaranya ancaman terhadap kelestarian lingkungan hingga hilangnya potensi penerimaan negara.

“Kerugian negara akibat tambang ilegal mengalami tren kenaikan sejak tahun 2019, yang semula berada di angka Rp1,6 triliun kemudian menembus Rp3,5 triliun pada tahun 2022,” tutur Meitri.

Menurutnya, alam yang rusak akibat aktivitas tambang ilegal tidak hanya menimbulkan risiko tergerusnya daya dukung lingkungan terhadap mahkluk hidup di sekitarnya, seperti hilangnya kesuburan tanah hingga tercemarnya sumber mata air. “Lebih jauh, kerusakan tersebut juga mengundang risiko datangnya bencana alam hingga konflik sosial yang dapat menimbulkan kerugian materil dan non materil,” ucapnya.

Meitri menambahkan, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang tidak sebentar untuk memulihkan fungsi alam akibat kerusakan yang ditimbulkan. Sebagai contoh, biaya yang mesti ditanggung negara untuk pemulihan lingkungan akibat tambang ilegal yang merusak hutan bisa mencapai Rp1,5 triliun.

“Selain menanggung kerugian berupa kerusakan alam beserta dampak turunannya, negara juga kembali dirugikan dengan hilangnya potensi penerimaan negara semisal dari pajak, bea ekspor, royalti, iuran tetap, dan lainnya akibat operasi tambang ilegal,” kata Meitry.

Dirinya membeberkan, berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, realisasi penerimaan negara dari pertambangan mineral dan batu bara pada 2023 mencapai Rp172 triliun.

Meitri mengatakan, jika operasi tambang ilegal ini bisa ditertibkan, maka angka yang diperoleh untuk penerimaan negara bisa lebih tinggi. “Tingginya penerimaan negara dari tambang tersebut diharapkan mampu mengurangi ketergantungan kita terhadap utang serta berkontribusi terhadap dukungan pembiayaan sejumlah program strategis pemerintah yang berorientasi pada pembangunan kesejahteraan rakyat, sambungnya.

Legislator Dapil Jawa Timur ini berharap pendekatan berbasis pencegahan menjadi agenda utama Ditjen Gakkum Kementerian ESDM dalam mengatasi masalah tambang ilegal. Meitri menyatakan, pendekatan berbasis pencegahan dinilai lebih penting dan strategis karena dapat menciptakan solusi yang berkelanjutan, hemat dari sisi biaya, serta meminimalisir dampak buruk yang ditimbulkan dari aktivitas tambang ilegal.

Dirinya juga menekankan pentingnya fungsi pencegahan untuk mengurangi dampak lingkungan sejak dini. Pasalnya, aktivitas tambang ilegal jarang memperhatikan prosedur lingkungan yang ketat semisal bagaimana pengendalian limbah dan cara melakukan rehabilitasi lahan. “Apalagi, pemulihan lahan tambang butuh biaya tinggi dan waktu lama sehingga pencegahan dinilai lebih efisien secara ekonomis dan ekologis,” tuturnya.

Menurut Meitri, pencegahan lewat penegakan aturan yang solid, kampanye edukasi, dan pengawasan yang berkelanjutan dengan melibatkan komunitas lokal atau unsur masyarakat terkait lebih efektif dan berbiaya rendah.

“Kendati operasi penindakan memerlukan sumberdaya cukup besar termasuk personel, logistik, dan koordinasi lintas instansi, pendekatan tersebut tetap penting untuk mengatasi kasus-kasus mendesak,” tuturnya.

Meski demikian, Meitry menyebut fungsi pencegahan dinilai tetap lebih efektif dan memiliki manfaat jangka panjang khususnya dalam upaya melindungi lingkungan dan menjaga stabilitas sosial serta ekonomi. “Pada prinsipnya, mencegah lebih baik daripada mengobati,” tandasnya.

[red]

Berita Terbaru

Hampir 3 Tahun Pemekaran Papua, Anggota DPD RI: Belum Ada Perubahan Signifikan

10 November 2025 - 05:30 WIB

Anggota DPD RI asal Papua Barat, Lamek Dowansiba (Foto: sinpo.id)

Boyamin Saiman Apresiasi Penyidik PMJ, Temukan Ponsel Kacab BRI

23 September 2025 - 16:22 WIB

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Bin Saiman mencari Riza Chalid di Malaysia (Foto: Ist.)

Dilema Bayangan Jokowi yang Masih Membekas di Pemerintahan

30 August 2025 - 11:45 WIB

Serakahnomic & Tamaknomic

23 August 2025 - 14:19 WIB

Ilustrasi Serakahnomic & Tamaknomic (Gambar: istockphoto.com)

Wawancara Ketua PHRI: Efek Efisiensi APBN, Jasa Pekerja Harian Hotel & Restoran Banyak Diputus

23 August 2025 - 14:01 WIB

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) (Foto: Instagram hippindo)
Populer Berita Ekonomi