
Ilustrasi pekerja sedang mencatat semen. Anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka, mengatakan, kalau terjadi impor semen maka diduga ada mafia semen.(Indonesiawatch.id/Ist)
Jakarta, Indonesiawatch.id – Anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka, mengatakan, akan menelisik Permendag tentang impor untuk memastikan penyebab melimpahnya semen.
“Komisi VI [DPR mohon] diberi tahu bagaimana tentang Permendag Nomor 36 Tahun 2023 junto Permendag Nomor 7 ahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor,” kata Rieke.
Meskipun sejumlah pemberitaan menginformasikan bahwa tidak ada impor semen, kata Rieke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI dengan Direksi PT Semen Indonesia di Gedung DPR, Jakarta, pada Rabu, (4/12), ini harus dicek lebih lanjut.
“Apakah kalau dari beberapa pemberitaan dikatakan tidak ada impor di tahun 2023, benarkah?” ucapnya.
Sedangkan jika sebaliknya, yakni ada impor semen, lanjut Rieke, apakah jumlahnya banyak sehingga semen menjadi melimpah di pasaran dan semen produksi nasional tidak terserap.
“Kalau terjadi impor semen yang banyak, berarti ada [impor], bolehlah kita katakan, ada mafia semen di sini,” ujarnya.
Selain soal impor, Rieke juga mendesak pemerintah melakukan moratorium bahkan penghentian pemberian izin pembangunan pabrik semen baru.
“Sudah cukup lah, enggak usah bangun pabrik semen lagi!” ujar legislator yang juga kerap disapa Oneng gegara perannya di “Bajaj Bajuri” ini.
Ia mengungkapkan, produksi semen Indonesia sebesar 120 juta ton per tahun. Adapun kebutuhan semen secara nasional yakni sekitar 67 juta ton pada tahun 2023.
“Ada surplus yang begitu besar, over produksi atau sebenarnya ada permainan di dalam industri semen ini?” ujarnya.
Menurut Rieke, over produksi semen Indonesia ini telah menurunkan pendapatan PT Semen Indonesia yang cukup signifikan pada kuartal III tahun 2024.
“PT Semen Indonesia membukukan penurunan profitabilitas kuartal ketiga 2024 sebanyak 58,66% atau ekuivalen dengan Rp741,45 miliar dibanding periode yang sama di tahun 2023 senilai Rp1,79 triliun,” katanya.
Kemudian, lanjut Rieke, berdasarkan laporan keuangan pda 30 September 2024, ada penurunan pendapatan yang cukup signifikan, yakni sebesr 4,93%.
“Ini ekuivalen dengan Rp26,29 triliun kalau dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2023 senilai Rp27,66 triliun,” ujarnya.
[red]