Jakarta, Indonesiawatch.id – Pemerintah terus mendorong konsolidasi di sektor telekomunikasi. Kominfo mentargetkan ada 3 pemain operator seluler di Indonesia. Menurut eks Direktur Utama PT Indosat, Alexander Rusli, konsolidasi perusahaan operator seluer berdampak negatif untuk bisnis tower.
“Kalau yang berdampak secara negatif, ya pasti industri tower, pemain tower independen. Berarti kan industri tower, pemainnya juga lebih sedikit. Bukan pemain BTS, pemain towerlah istilahnya secara teknis,” ujarnya kepada Indonesiawatch.id, baru-baru ini.
Menurutnya, perampingan pemain operator seluler di Indonesia berpotensi menyebabkan oligopoli. “Yang ada kalau pemain sedikit, bisa naikkin harga bersama-sama. Karena mereka bisa sama-sama untung,” katanya.
Kalau bisnis operator seluler hanya 3 pemain, kata Alex, mereka bisa membagi market share. “Nggak saling mengambil market share. Yang penting tiap tahun growthnya bisa 8%, 9%. Justru yang ada naikin harga, walaupun itu ilegal. Makanya peran regulator lebih aktif lagi supaya tidak ada oligopoli,” ujarnya.
Alex mengurai, jika pemain-pemain operator sudah ‘raksasa’ semua, maka tidak ada kepentingan untuk membuat promo atau diskon harga kepada konsumen. “Sudah besar semua, nggak punya kepentingan lagi untuk buat discount gede-gedean kan. Ngurangi profit. Lebih bagus sama-sama naikin harga, sama-sama untung,” katanya.
Meski demikian, menurut Alex, konsolidasi telekomunikasi diperlukan saat ini. “Konsolidasi telco itu sudah lama. Dulu belum kritis situasinya. Sekarang semakin dirasa perlu,” katanya.
Menurutnya, return bisnis telekomunikasi itu kecil. “Jadi yang bisa main-maiin di bisnis telekomunikasi itu, yang punya cost of money murah. Kalau dulu kalau ada lokal yang masuk, itu kan bisnis ini masih growth. Kalau sekarang sudah nggak lagi,” katanya.
Alex melihat, salah satu penyebab lambatnya konsolidasi telekomunikasi di Indonesia yaitu tidak adanya intervensi negara secara regulasi. “Pemerintah hanya bisa memberikan izin berdasarkan permintaan. Tapi tidak ada pemaksaan dari pemerintah. Tidak ada konsekuensi secara regulasi, kalau nggak mau merger,” katanya.
[red]