Pak Bahlil, Masalah Impor Minyak Tidak Tergantung Beroperasinya RDMP Balikpapan Aceh Jadi Pusat Hilirisasi Gas Bumi dan Getah Pinus Pemerintah Siapkan Sejumlah Langkah ‎Antisipasi Bencana Cuaca Ekstrem di Jobodetabek Ditemukan Cadangan Gas Bumi di Sumur Geng North-1 Kaltim, SKK Migas: Jadi Game Changer ‎Eks Staf Ahli Anggota DPD Minta KPK Usut Dugaan Korupsi Mantan Bosnya Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian Terpusat di Sukabumi

Politik

JPPI: Presiden Bisa Kena Makzul DPR Akibat Pelanggaran Dana Pendidikan

Avatarbadge-check


					Kornas JPPI, Ubaid Matraji (Doc. JPPI) Perbesar

Kornas JPPI, Ubaid Matraji (Doc. JPPI)

Jakarta, Indonesiawatch.id – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim berpamitan dengan anggota Komisi X DPR di pengujung masa jabatannya di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta pada Rabu, 11 September 2024.

Di kesempatan itu, Nadiem sempat membacakan puisi tentang program Merdeka Belajar. Koordinator Nasional (Kornas) Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (Kornas JPPI), Ubaid Matraji menyatakan, kehadiran Mendikbudristek Nadiem Makarim dan jajarannya di raker terakhir bersama Komisi X DPR RI tidak membawa makna berarti bagi pendidikan.

Menurutnya, sejauh ini belum ada titik cerah perbaikan kualitas pendidikan, khususnya terkait sengkarut dana pendidikan yang juga kini tengah digodok oleh Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan.

“Mestinya kini tidak ada lagi cerita jutaan anak Indonesia tidak bisa sekolah. Begitu pula, seharusnya tidak perlu ada keributan demonstrasi mahasiswa menyoal UKT mahal. Ini semua terjadi karena anggaran pendidikan ternyata selama ini diselewengkan untuk mendanai perkara yang tidak jelas, bukan perioritas, bahkan dilarang keras oleh UUD 1945 dan UU Sisdiknas,” kata Ubaid Matraji.

Ubaid menyatakan, alokasi anggaran pendidikan 20 persen dan peruntukannya dijalankan pemerintah dengan cara suka-suka. “Cara pemerintah dalam mengalokasikan dana pendidikan, diduga kuat, dijalankan tanpa melihat payung besar peraturan perundang-undangan pendidikan yang termaktub dalam UUD 1945 dan juga UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional),” ujarnya.

Ia menggarisbawahi dua permasalahan utama yang mengemuka di dunia pendidikan yang seharusnya menjadi pembahasan serius Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI. Pertama, pelanggaran atas UU Sisdiknas. Di mana UU tersebut mengatur soal pembiayaan pendidikan kedinasan yang semestinya di luar jatah 20%.

Praktiknya, pembiayaan pendidikan kedinasan selalu dimasukkan dalam hitungan 20% dana pendidikan. “Ini jelas dilarang dalam pasal 49 ayat 1 UU Sisdiknas. Pada pasal ini, dibeberkan dengan cukup jelas, komponen mana saja yang boleh dan tidak boleh dibiayai oleh dana pendidikan,” tutur Ubaid.

Dirinya mempertanyakan kenapa anggaran pendidikan kedinasan yang jelas-jelas dilarang selalu dimasukkan dalam kalkulasi hitungan 20%. Hingga kini, setidaknya, terdapat 24 kementerian dan lembaga yang menikmati dana pendidikan tersebut.

“Maka, jelas ini adalah dugaan kuat pelanggaran pengalokasian dana pendidikan yang sengaja digunakan untuk pendanaan komponen yang dilarang oleh undang-undang,” kata Ubaid.

Kedua, pelanggaran atas pasal 31 ayat 4 UUD 1945. Menurutnya, anggaran pendidikan hingga saat ini belum pernah mencapai angka yang digariskan konstitusi, yaitu minimal 20%. “Kok bisa kurang 20%?  Jadi, hingga tahun 2024, diduga kuat, anggaran pendidikan kita dipaksakan mencapai klaim 20%. Apa yang ditulis 20% itu hanya ilusi saja. Jika dibedah, maka ternyata banyak komponen yang mestinya tidak boleh masuk, malah dimasukkan dalam hitungan 20%”.

Ubadi mencontohkan, jatah anggaran kedinasan yang jelas-jelas menggunakan dana pendidikan. Menurutnya, semestinya komponen tersebut dikeluarkan dari proporsi anggaran 20 persen. “Karut marut pengalokasian anggaran pendidikan ini menunjukkan, bahwa selama ini pengalokasian  APBN itu ya dibagi-bagi begitu saja, tanpa ada proses pemisahan 20% terlebih dahulu untuk dana pendidikan,” katanya.

Menurutnya, Mendikbud Ristek seharusnya memikirkan dan merencanakan kebutuhan prioritas pendidikan lalu dihitung berdasarkan perintah UUD 1945 dan UU Sisdiknas. Jika anggarannya masih dirasa kurang, pemerintah bisa menambah alokasi anggaran lebih dari 20%.

“Maka, jika pemerintah tidak bisa melaksanakan perintah Pasal 31 UUD 1945 dan juga UU Sisdiknas, DPR bisa saja menggunakan alasan tersebut sebagai landasan sebagai upaya pemakzulan presiden,” pungkasnya.

[red]

Berita Terbaru

Pak Bahlil, Masalah Impor Minyak Tidak Tergantung Beroperasinya RDMP Balikpapan

11 December 2024 - 16:55 WIB

Samuel Rizal dan Menteri Bahlil Lahadalia serta istri, di kantor BKPM, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (24/12) (Foto: Grid.ID / Annisa Dienfitri)

Aceh Jadi Pusat Hilirisasi Gas Bumi dan Getah Pinus

11 December 2024 - 16:08 WIB

Ilustrasi hilirisasi gas. (Indonesiawatch.id/Dok. Pertamina)

Pemerintah Siapkan Sejumlah Langkah ‎Antisipasi Bencana Cuaca Ekstrem di Jobodetabek

11 December 2024 - 14:19 WIB

Ditemukan Cadangan Gas Bumi di Sumur Geng North-1 Kaltim, SKK Migas: Jadi Game Changer

11 December 2024 - 13:32 WIB

Ilustrasi Sumur Geng North-1 (Foto: SKK Migas)

‎Eks Staf Ahli Anggota DPD Minta KPK Usut Dugaan Korupsi Mantan Bosnya

11 December 2024 - 10:21 WIB

Populer Berita Hukum