Jakarta, Indonesiawatch.id – Tidak sedikit perlawanan tokoh oposisi di era pemerintahan Jokowi, berkahir di terali besi. Bahkan di akhir kekuasaan Jokowi, tidak sedikit kebijakan Jokowi terindikasi sebagai pelanggaran konstitusi.
Namun perjuangan kelompok oposisi, dalam bentuk penuntutan hukum dan aksi demonstrasi kolosal, untuk melengserkan Jokowi berakhir tanpa hasil. Alih- alih lengser keprabon, Jokowi semakin menunjukan cakarnya mencengkram Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Tanggal 13 Oktober 2024, menjadi bukti tidak ada makan siang gratis. Prabowo ditemani Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco, mendatangi kediaman Presiden Jokowi di Kelurahan sumber Solo Jawa Tengah.
Isi pembicaraan terfokus pada suksesi final susunan cabinet merah putih. Sehari setelah pembicaraan finalisasi susunan cabinet di Solo, barulah Prabowo memanggil para calon menteri ke Kertanegara.
Menarik dari susunan kabinet merah putih, bukan hanya masuknya 18 menteri bekas rezim Jokowi di posisi strategis pemerintahan Prabowo, tapi yang lebih penting dan tampaknya tidak menjadi perhatian para pemerhati politik, adalah tidak tergesernya pejabat utama di lingkungan penegak hukum, seperti Jaksa Agung dan Kapolri.
Inilah sesungguhnya suksesi strategis Jokowi yang paling berhasil, mengingat kedua institusi hukum tersebut, sukses sebagai bodyguard mengawal Jokowi terhindar dari jeratan hukum, sekaligus sebagai algojo pemenggal para lawan Jokowi.
Loyalitas Kapolri dan Jaksa Agung terhadap majikannya yang tidak diragukan, mungkin untuk sementara akan memberi rasa nyaman Jokowi pasca lengser. Sekaligus memberi kepecayaan kepada Presiden Prabowo dalam menjalankan kekuasaannya.
Mengingat Kapolri memiliki andi besar dalam rangka memenangkan pasangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Tak tergantikannya dua pejabat utama institusi penegak hukum di jajaran cabinet merah putih, Jokowi masih bisa berkata “Kejarlah daku kau kutangkap”, kepada para pemburu keadilan di negeri ini.
Sri Radjasa MBA
-Pemerhati Intelijen