Ancaman Pengkhianat Bangsa CBA: Pertamina Patra Niaga Diminta Jangan Tutup-Tutupi Pemain Gas Elpiji Melon BPMA untuk Rakyat Aceh, Bukan Tangan Oligarki Tambang Migas Guru Besar UIN Jakarta Apresiasi Prestasi Indonesia dalam MTQ Internasional Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg, Mematikan Usaha Akar Rumput Sistem Pertahan & Keamanan Rakyat Semesta: Filosofi Bela Negara atau Bela Oligarki Taipan

Opini

Kepanikan Jokowi di Ujung Jabatan, Sebuah Tafsir Politik

Avatarbadge-check


					Pengamat Politik Ray Rangkuti (Doc. Tribun) Perbesar

Pengamat Politik Ray Rangkuti (Doc. Tribun)

Kepanikan Jokowi di Ujung Jabatan, Sebuah Tafsir Politik

Oleh: Ray Rangkuti*

 

Keinginan berkuasa terus inilah yang membuat berbagai langkah menuju ke arah personal, bukan kebaikan bangsa dan negara. Aturan disiasati, yang menghadang digembosi, dan yang menantang tunggu bagian dikriminalisasi.

 

Panik. Satu kata untuk menggambarkan langkah politik Jokowi di ujung kekuasaannya. Analisis pertama yang terbaca adalah Pak Jokowi, Presiden ke-7 RI ini, terlalu sering mengumbar kesiapan Ibu Kota Nusantara (IKN). Seolah ingin meyakinkan rakyat Indonesia bahwa IKN bukan produk gagal sebaliknya mendorong persepsi IKN eksis dan menjadi sorot perhatian. Maka muncul sejumlah langkah. Mulai dari pergantian pejabat pengelola, kebijakan pengelolaan ratusan tahun bagi investor asing, rapat menteri, perayaan 17 Agustus, menginap, menghadirkan influencer, makan-makan menteri, video para taipan di IKN, dan sebagainya. Ada nuansa galau di sini. Nuansa seolah khawatir IKN akan ditinggalkan. Maka perlu diyakinkan seluruh warga Indonesia. Padahal pokok  utama IKN ini bukan meyakinkan warga, tapi meyakinkan dua orang. Pertama, Pak Prabowo untuk berkenan mendiami IKN. Kedua, investor asing menanam sahamnya di IKN.

Kedua, peristiwa pengunduran diri Airlangga Hartarto (Disingkat AH). Dalam laporan jurnaslitik Majalah Tempo disebutkan akan adanya “tangan kekuasaan” masuk dan mengintervensi yang menyebabkan cepatnya AH menyatakan mundur dari kursi Ketum Golkar. Ancaman akan dipanggil aparat penegak hukum jadi dalihnya. Hingga sekarang, laporan ini, belum dibantah pihak istana. Karena itu, laporan ini dapat dipercaya kebenarannya.

Ketiga, pergantian menteri kabinet di ujung kuasa. Hanya dua bulan sebelum lengser, Jokowi sempat-sempatnya melakulan reshuffle Kabinet Indonesia Maju dengan alasan yang tidak darurat dan urgen. Kecuali karena alasan politik perseteruan.

Ada banyak peristiwa lainnya, dalam bentuk lebih kecil, yang menggambarkan kepanikan itu. Sebahagianya tercapai, sesuai harapan. Tapi lainnya meleset. Salah satunya kepastian Kaesang Pangerang, putra bungsu Jokowi, menjadi calon wakil gubernur (cawagub) Ridwan Kamil di Pilkada Daerah Khusus Jakarta (DKJ) makin menipis.

Mengapa Kepanikan Melanda di Ujung Kuasa?

Ada tiga hal menurut hemat saya,

Pertama, karena hasrat ingin berkuasa terus menerus yang terlalu besar. Dari isu Jokowi tiga periode, perpanjangan masa jabatan, dan berujung munculnya nepotisme Jokowi. Keinginan berkuasa terus inilah yang membuat berbagai langkah menuju ke arah personal, bukan kebaikan bangsa dan negara. Aturan disiasati, yang menghadang digembosi, dan yang menantang tunggu bagian dikriminalisasi. Dalam situasi ini maka tujuanlah yang utama. Bukan cara. Tujuan mengubah cara. Cara ikut tujuan. Padahal, salah satu sebab pentingnya demokrasi adalah mengelola cara untuk berkuasa. Bukan sebaliknya, mengelola tujuan dengan merekayasa cara.

Kedua, khawatir terjadi gugatan hukum atas berbagai kebijakan dan langkah Pak Jokowi selama berkuasa. Termasuk, tentunya, gugatan yang akan menyasar keluarganya. Saat ini saja, ramai perbincangan soal Blok Medan. Satu istilah yang terungkap di pengadilan yang disebut merujuk kepada anak dan menantu Jokowi. Sementara itu, Jokowi tidak memiliki kekuatan yang akan dapat menghindarkannya dari kemungkinan berbagai gugatan itu. Dia, satu-satunya, mantan presiden tanpa partai.

Ketiga sekaligus catatan terakhir, makin banyaknya kelompok masyarakat yang akhirnya menyatakan sikap berbeda dengan Jokowi. Kelompok ini secara massa tidak terlalu besar, tapi secara kualitatif mereka dapat memengaruhi pendapat publik. Selain bekas partainya sendiri, PDI Perjuangan (PDIP), kelompok ilmuwan, cendekiawan dan pegiat demokrasi juga berada di barisan ini. Tentu saja, mereka adalah barisan yang akan tetap eksis kala kekuasaan Jokowi telah berakhir. Jokowi tanpa kekuasaan secara perlahan akan kehilangan kontrol atas politik dan hukum.

Maka, reshuffle bagian dari kepanikan itu. Jokowi ingin kekuasaan yang tetap lebih dekat kepada dirinya. Di bawah kontrolnya, sekalipun di ujung masa kuasanya. Jangan ada yang menghalangi, apalagi mendahuluinya.

Pertanyaan kemudian muncul. Mengapa semua kursi PDIP tak dilepas? Bagian dari strategi Jokowi. Agar PDIP tetap setengah hati untuk oposisi. Kalau semua kursi dilepas maka akan dapat mengganggu stabilitas pemerintahan.

Tapi, reshuffle ini justru menguntungkan PDIP. Setidaknya dalam tiga hal. Pertama, makin membuat soliditas PDIP untuk mengoposisi Jokowi makin kuat. Kedua, akan terhindar dari catatan sejarah bahwa kemorosotan demokrasi di era Jokowi adalah bagian dari sumbangsih PDIP. Ketiga, membantah pandangan bahwa Ibu Megawati tidak bisa move on dari perpisahan dengan Jokowi. Kenyataannya sekarang, Jokowi juga tidak bisa move on melihat PDIP tetap eksis dan kuat. Akan berpotensi akan makin kuat pada pemilu-pemilu berikutnya.

Dan, keuntungan politik PDIP akan makin bertambah jika akhirnya mereka menarik seluruh anggota PDIP yang masih duduk di kabinet. Jika 3 atau 4 kursi kabinet yang diduduki oleh kader PDIP ditinggalkan, tentu akan membuat wajah tegar PDIP menghadapi Jokowi akan makin berbinar.

Beranikah PDIP melakukannya? Kita tunggu.

 

* Penulis Pemerhati Politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia

Berita Terbaru

Ancaman Pengkhianat Bangsa

8 February 2025 - 05:07 WIB

CBA: Pertamina Patra Niaga Diminta Jangan Tutup-Tutupi Pemain Gas Elpiji Melon

7 February 2025 - 01:16 WIB

Ilustrasi: Gedung Pertamina Patra Niaga.

BPMA untuk Rakyat Aceh, Bukan Tangan Oligarki Tambang Migas

7 February 2025 - 01:06 WIB

Kantor Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA).

Guru Besar UIN Jakarta Apresiasi Prestasi Indonesia dalam MTQ Internasional

4 February 2025 - 15:10 WIB

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie

Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg, Mematikan Usaha Akar Rumput

2 February 2025 - 21:03 WIB

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi (Foto: dunia-energi.com)
Populer Berita Energi