Jakarta, Indonesiawatch.id – Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus tepat sasaran. Sementara Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Fanshurullah Asa menilai ada beberapa pembangunan pipa transmisi yang dibiayai APBN, ternyata tidak ekonomis secara sisi permintaan.”
Seperti [proyek] Cisem, Dumai-Semangke, atau ruas lainnya,” kata Asa dalam kegiatan diskusi dengan media terkait Kinerja 100 Hari Anggota KPPU Periode 2024-2029 yang dilaksanakan beberapa hari lalu.
Menurut Asa, program pipa transmisi yang tidak ekonomi tadi, bisa dialihkan ke program jaringan gas (jargas) kota. Sebab, Jargas bisa menjadi solusi terbaik untuk menggantikan subsidi dan biaya distribusi LPG yang nilainya mencapai Rp 830 triliun.
Eks Kepala BPH Migas itu berpendapat bahwa skema jargas dapat dikembalikan lagi ke skema APBN yang pernah dilaksanakan sejak tahun 2011-2019. Karena telah terbukti berhasil diterapkan di sekitar 600 ribu Sambungan Rumah Tangga (SR).
KPPU melihat kebijakan saat ini tidak memberikan perubahan yang signifikan dalam kebijakan Jargas. Di sisi lain, subsidi LPG akan terus membebani anggaran Pemerintah ke depan.
Untuk menghemat anggaran Pemerintah, KPPU mendorong pemerintahan yang baru untuk berani menempuh langkah peralihan subsidi gas LPG 3 Kg kepada pembangunan jargas kota. Kebijakan ini bisa dilakukan secara bertahap untuk mengurangi alokasi subsidi di wilayah yang akan dibangun jaringan gas tersebut.
“Dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan berani dalam mengambil langkah strategis untuk mengganti subsidi gas LPG menjadi perluasan jaringan gas kota demi menghemat APBN, karena penggunaan subsidi saat ini tidak tepat sasaran”, kata Asa.
Lebih lanjut, Asa menambahkan, penggunaan jargas memerlukan kebijakan alokasi gas dari sisi hulu sampai ke distribusi. Kebijakan ini juga harus dilakukan secara transparan oleh Kementerian ESDM.
Menurutnya dengan kebijakan yang transparan, risiko ketidakpastian pasokan bagi pelaku usaha niaga gas akan berkurang dan pengembangan sektor hilir migas akan makin pesat. Pertimbangan harga jual jargas untuk rumah tangga dan industri kecil komersial dengan harga gas hulu juga dibutuhkan, agar menarik minat investasi badan usaha swasta dan BUMD.
“Minat investasi ini perlu dibangun di daerah untuk mengembangkan jaringan retail gas terkoneksi dengan jaringan distribusi yang sudah berjalan dengan skema open access yang transparan dan non diskriminatif dengan pengaturan oleh BPH Migas,” katanya.
Doktor dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia ini juga menyarankan, agar pemerintah mempertimbangkan insentif fiskal bagi badan usaha yang berminat mengembangkan jaringan pipa gas ke konsumen. “Dengan memberikan prioritas kepada badan usaha niaga gas dan LPG yang telah ada,” pungkas Asa.
[red]