Menu

Dark Mode
Revisi UU Polri Pengingkaran Terhadap UUD 45 Praktik Mafia Tanah oleh Oknum Pemko Tangerang Wibisono Apresiasi Pertemuan Presiden dengan 7 Pemred Media Presiden Undang 7 Jurnalis Kawakan untuk Berbincang On The Record CME: Keberadaan Danantara Bak Madu dan Racun Bagi Ekonomi Nasional Rekonstruksi Pendidikan Bela Negara

Politik

Kotak Kosong Pilkada, Aksi Borong Partai, Pengamat: Kita Butuh Perppu!

Avatarbadge-check


					Emrus Sihombing (Doc. Berita Satu/ IW Grafis) Perbesar

Emrus Sihombing (Doc. Berita Satu/ IW Grafis)

Jakarta, Indonesiawatch.id – Sejumlah daerah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 berpotensi mengusung calon tunggal. Sinyal itu terlihat setelah sejumlah partai politik (parpol) bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) dengan mengusung calon tunggal melawan kotak kosong, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Banyak daerah saat ini berpotensi hanya memiliki calon tunggal dalam pilkada di antaranya pada Pilkada Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Daerah Khusus Jakarta dan beberapa daerah lainnya di Indonesia.

Pengamat Politik Emrus Sihombing mengatakan, partai politik saat ini sudah mengedepankan pragmatisme. Yakni, terfokus memenangkan kontestasi semata dengan memborong dukungan dari banyak partai. “Bahkan, di suatu daerah tertentu selain di Jakarta bisa saja mereka (parpol) merangkul semua partai politik sehingga tidak ada kandidat sebagai kompetitor yang dikenal sebagai kotak kosong,” ujar Emrus Sihombing dalam keterangannya kepada Indonesiawatch.id.

Menurut Founder Lembaga Konsultan dan Survei Gogo Bangun Negeri itu, dalam konteks demokrasi substansial atau Demokrasi Pancasila, fenomena kotak kosong harus ditiadakan. “Saya mendorong Bapak Presiden (Jokowi) untuk membuat Perppu bahwa tidak dibolehkan dalam satu kontestasi politik di daerah, kandidat berhadapan dengan kotak kosong. Sebab, indikasi itu ada kalau kita melihat KIM Plus. Karena KIM Plus itu kan berpotensi berhadapan dengan kotak kosong,” katanya.

Dirinya membeberkan alasan kenapa fenomena kotak kosong haram dalam demokrasi. Pertama, dalam demokrasi substansial, rakyat merupakan penentu kemenangan. “Kalau rakyat memilih, masak milih kotak kosong, kan benda mati, sementara kita berasaskan Pancasila kemanusiaan. Yang paling penting dalam demokrasi adalah bagaimana menumbuhkan demokrasi dan memenangkan hati rakyat,” ujarnya.

Kedua, kotak kosong bukan tradisi yang baik bagi negara besar dan beradab seperti Indonesia. “Memborong partai adalah suatu tindakan yang tujuannya adalah bagaimana supaya bisa menang, berarti orientasinya kekuasaan, berarti Machiavellian, menghalalkan segala cara buat menang. Itu bukan semangat yang dibangun oleh Founding Father,” katanya.

Emrus menyatakan setidaknya harus ada dua paslon yang bertarung dalam Pilkada. “Harus dua paslon atau tiga paslon, tapi jangan dibuat juga dua paslon, tapi yang satu boneka. Jadi pura-pura demokrasi, karena dalam politik itu bisa disiapkan calon buat kalah, bisa begitu,” tuturnya.

Karena itu, Emrus mendukung kemunculan sejumlah tokoh dalam pentas Pilkada. Jakarta sebagai episentrum politik nasional sejatinya memunculkan banyak nama atau tokoh yang bertarung. “Ada yang mengusung Anies, ada yang mengusung Ridwan Kamil, ada yang mengusung Ahok itu justru baik buat rakyat. Kotak kosong itu yang justru memalukan bagi demokrasi kita,” ucap komunikolog Indonesia itu.

Meski demikian, Emrus membubuhkan sedikit catatan terkait kemunculan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta. Menurutnya, RK lebih cocok bertarung di kontestasi politik Jawa Barat melihat DNA politiknya. Bahkan, RK juga bisa menjadi tokoh yang layak dimajukan dalam Pilpres mendatang.

“Saya kira Ridwan Kamil harus punya sikap ke DPP Golkar karena dia sudah merawat suara di lumbung suara nasional, yakni Jawa Barat. Dia sebaiknya tetap di Jawa Barat. Tetapi ini ada bargaining politik supaya Ridwan Kamil bisa berpasangan dengan calon wakil gubernur tertentu untuk kepentingan pragmatis, jangan demikian,” katanya.

Menurutnya, kabar RK bakal maju di Pilkada Jakarta memunculkan fenomena tersendiri khususnya di kalangan analis politik. “Jadi, saya menyarankan Ridwan Kamil sebagai tokoh ideologis, tetap di Jawa Barat. Kalau bisa dari Jawa Barat langsung menjadi calon presiden, jangan menjadi gubernur lagi,” ucapnya.

Emrus juga menyayangkan adanya fenomena menjadikan PDIP sebagai musuh bersama, sehingga partai besutan Megawati Sukarnoputri itu kesulitan mencari teman koalisi di pilkada 2024. Menurutnya, doktrin politik Marchiavellli tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menentukan calon pemimpinnya melalui calon yang diusung partai politik lain karena adanya aksi borong partai.

“Jangan sampai salah satu paslon melakukan aksi borong partai dan menjadikan partai lain sebagai musuh bersama, itu namanya politik Marchiavelli,” pungkasnya.

[red]

Berita Terbaru

Wibisono Apresiasi Pertemuan Presiden dengan 7 Pemred Media

9 April 2025 - 19:20 WIB

CME: Keberadaan Danantara Bak Madu dan Racun Bagi Ekonomi Nasional

7 April 2025 - 17:56 WIB

CME dan Universitas Prasetiya Mulya Berkolaborasi Gelar Business Economic Conference 2025

25 March 2025 - 18:25 WIB

CERI: Gubernur Aceh Tidak Mudah Percaya Janji Manis Pertamina soal Proyek PLTP

24 March 2025 - 11:11 WIB

Strategi Pembangunan Aceh Bermartabat Gubernur Aceh Terpilih Muzakir Manaf

Direksi Telkomsel Mau Dipolisikan Pekan Depan, karena KTP Ganda & Kebocoran Data

24 March 2025 - 10:53 WIB

Populer Berita Hukum