Ancaman Pengkhianat Bangsa CBA: Pertamina Patra Niaga Diminta Jangan Tutup-Tutupi Pemain Gas Elpiji Melon BPMA untuk Rakyat Aceh, Bukan Tangan Oligarki Tambang Migas Guru Besar UIN Jakarta Apresiasi Prestasi Indonesia dalam MTQ Internasional Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg, Mematikan Usaha Akar Rumput Sistem Pertahan & Keamanan Rakyat Semesta: Filosofi Bela Negara atau Bela Oligarki Taipan

Opini

Lampu Kuning Manufaktur Indonesia

Avatarbadge-check


					Ilustrasi Buruh Pabrik (Doc. Antara) Perbesar

Ilustrasi Buruh Pabrik (Doc. Antara)

Lampu Kuning Manufaktur Indonesia

Oleh: Alfian Banjaransari*

 

Tanpa kebijakan yang tepat, sektor manufaktur akan menghadapi penurunan produksi lebih lanjut, dan perusahaan akan menanggung beban utang yang meningkat akibat deflasi yang berujung pada PHK.

 

Dalam beberapa bulan terakhir, sektor manufaktur Indonesia menghadapi tantangan yang semakin besar. Gelombang PHK yang melanda pabrik-pabrik di seantero negeri mewarnai berita sehari-hari. Apa pasal?

Dalam beberapa bulan terakhir, sektor manufaktur Indonesia mengalami tekanan berat yang tercermin dari Purchasing Manager’s Index (PMI) yang turun menjadi 49,3. Ha ini mengindikasikan menunjukkan penurunan aktivitas produksi dan permintaan. Dibanding dengan kompetitor regional seperti Thailand, Vietnam, dan India, agaknya Indonesia tertinggal karena masalah struktural seperti produktivitas rendah, hambatan regulasi, dan minimnya investasi teknologi.

Selain itu, deflasi ditengarai tengah melanda pasar. Menurut BPS, Consumer Price Index (CPI) turun berturut-turut pada Mei hingga Juli 2024, yang mengindikasikan lemahnya daya beli dan permintaan domestik. Deflasi rentan memengaruhi kinerja sektor manufaktur jika tidak diatasi. Dengan berkurangnya permintaan domestik, produsen akan kesulitan menjual barang mereka, yang dapat memicu penurunan volume produksi dan margin keuntungan yang lebih kecil.

Di sisi lain, rupiah menunjukkan penguatan atas dolar AS. Lho, bukankah ini berita yang menggembirakan? Tunggu dulu. Meski penguatan rupiah membantu mengontrol inflasi, hal ini justru menjadi bumerang, karena malahan membuat ekspor Indonesia lebih mahal dan menjadi kurang kompetitif di pasar global.

Baca juga:
PMI Manufaktur Turun Terus Sejak Maret 2024, Ekonom: Akan Diikuti Rentetan PHK

Belum lagi produk-produk manufaktur andalan Indonesia seperti tekstil dan alas kaki menghadapi tantangan besar di pasar internasional karena kompetitor seperti Vietnam misalnya, sudah terlebih dahulu menikmati perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa, kawasan primadona ekspor kita.

Tanpa kebijakan yang tepat, sektor manufaktur akan menghadapi penurunan produksi lebih lanjut, dan perusahaan akan menanggung beban utang yang meningkat akibat deflasi yang berujung pada PHK atau bahkan penghentian operasi. Ini kan membuat pemulihan sektor manufaktur menjadi semakin sulit?

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah harus segera mengambil langkah strategis. Fokus pada reformasi regulasi, dan peningkatan investasi di teknologi sangat dibutuhkan untuk mengembalikan daya saing Indonesia di kancah global.

*Penulis Country Manager Center for Market Education Indonesia (CME-ID)

Berita Terbaru

Ancaman Pengkhianat Bangsa

8 February 2025 - 05:07 WIB

CBA: Pertamina Patra Niaga Diminta Jangan Tutup-Tutupi Pemain Gas Elpiji Melon

7 February 2025 - 01:16 WIB

Ilustrasi: Gedung Pertamina Patra Niaga.

BPMA untuk Rakyat Aceh, Bukan Tangan Oligarki Tambang Migas

7 February 2025 - 01:06 WIB

Kantor Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA).

Guru Besar UIN Jakarta Apresiasi Prestasi Indonesia dalam MTQ Internasional

4 February 2025 - 15:10 WIB

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie

Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg, Mematikan Usaha Akar Rumput

2 February 2025 - 21:03 WIB

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi (Foto: dunia-energi.com)
Populer Berita Energi