Jakarta, Indonesiawatch.id – Anggota Komisi VI DPR, Darmadi Durianto menyentil soal wakil menteri yang menjadi komisaris di BUMN. Menurutnya, hal tersebut jelas menyalahi aturan. Hal itu disampaikan legislator PDIP dalam Rapat Kerja Komisi VI dengan Menteri BUMN di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin, 5 November 2024.
Darmadi menegaskan agar pejabat tidak hanya mengejar jabatan. Ia mencontohkan Wakil Menteri (Wamen) BUMN Dony Oskaria yang baru saja diangkat menjadi Wakil Komisaris Utama Pertamina. “Saya menyoroti ketaatan kita sama hukum. Sebetulnya saya ingin Kementerian BUMN taat sama hukum dalam upaya GCG (Good Corporate Governance). Ini kan ada larangan Wamen itu kan enggak boleh rangkap jabatan,” kata Darmadi Durianto.
Dirinya menyinggung terdapat sejumlah aturan yang dilabrak dengan penunjukan Wakil Menteri sebagai pengurus BUMN. Di antaranya Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang menteri dan wakil menteri merangkap jabatan lain lewat putusan MK No. 80/PUU-XVII/2019, lalu pelanggaran terhadap UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara pasal 23, UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, beserta TAP MPR No. 6. Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Darmadi mengaku heran apa lagi yang dikejar oleh para wakil menteri ini. “Tapi kok ini enggak memberikan contoh. Apa sih yang dikejar? Uang, jabatan ganda? Mari kita bersama-sama kita ikutin instruksi Pak Presiden betul-betul kita menghormati proses hukum, pemerintahan yang bersih, ini yang kita harapkan,” ujar Darmadi.
Dirinya meminta Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan ke publik dan DPR terkait pengangkatan Dony Askaria sebagai Wakil Komisaris Utama Pertamina. “Kita minta ini jadi contoh, belum apa-apa pagi-pagi saya sudah lihat [nama] Pak Dony jadi Komisaris. Kalau hukumnya terjemahannya enggak bener, coba sosialisasi kepada kami,” kata Darmadi.
Ia meminta Erick Thohir berhati-hati dalam penempatan posisi direksi dan komisaris perusahaan pelat merah di tengah kinerja BUMN yang naik-turun. “Orang luar menganggap kita enggak efisien, GCG jelek, sinergi enggak tercapai, paling jeleknya dianggap penuh dengan intervensi politik,” pungkasnya.
[red]