Sejarah Indonesia harus ditata kembali. Khawatirnya, sejarah Indonesia tinggal kenangan yang tidak tercatat, dilupakan lalu tenggelam.
Jakarta, Indonesiawatch.id – Bangsa Indonesia hari ini jika dianalogikan ibarat, orang ganti baju, sudah membuka bajunya, tapi tidak memiliki baju pengganti. Akhirnya buka baju dan mudah terjangkit penyakit.
Betapa mirisnya bangsa ini, jika generasi muda tidak lagi mengenal sejarah dan jati diri bangsanya. Bahkan identitas bangsa semakin sulit terlihat di diri generasi muda.
Mereka lebih bangga menjadi orang lain. Mereka lebih nyaman menggunakan atribut budaya orang lain dalam keseharian.
Tanpa kita sadari, bangsa ini telah berada di kancah Asymmetric War, dengan spektrum medan peperangan yang amat luas dan multidimensional. Aspek sejarah bangsa ini, menjadi salah satu sasaran strategis yang porak-poranda.
Musuh tak kasat mata melakukan serangan secara sistematik. Sehingga sejarah yang tersaji adalah hasil fabrikasi pihak yang dahulu menjajah Indonesia.
Sebuah ironi kehidupan berbangsa dan bernegara, ketika hari kemerdekaan 17 Agustus 1945, masih saja menjadi perdebatan dan pemahaman yang berbeda. Dr. Hassan Wirajuda yang berpendapat bahwa proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 tidak sah.
Pernah pada 11 November 2006 dalam rangka peringatan 70 tahun Perjanjian Linggajati, diselenggarakan seminar di Kuningan, Jawa Barat. Menteri Luar Negeri Indonesia saat itu Dr. Hassan Wirajuda menyampaikan antara lain:
“Kemerdekaan dimungkinkan dalam pengertian hak menentukan nasib sendiri apabila demand metropolitan powers negara yang menjajah menyetujui, tapi jika negara penjajah tidak dapat menyetujui, maka kemerdekaan itu tidak akan ada.”