Marak TPPO, Wemenkum Prof Eddy‎: Tugas Pemasyarakatan dan Imigrasi Kian Berat Pak Bahlil, Masalah Impor Minyak Tidak Tergantung Beroperasinya RDMP Balikpapan Aceh Jadi Pusat Hilirisasi Gas Bumi dan Getah Pinus Pemerintah Siapkan Sejumlah Langkah ‎Antisipasi Bencana Cuaca Ekstrem di Jobodetabek Ditemukan Cadangan Gas Bumi di Sumur Geng North-1 Kaltim, SKK Migas: Jadi Game Changer ‎Eks Staf Ahli Anggota DPD Minta KPK Usut Dugaan Korupsi Mantan Bosnya

Politik

Penghapusan Pasal Larangan Berbisnis di UU TNI, Dilema Kesejahteraan Prajurit

Avatarbadge-check


					Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Maruli Simanjuntak (Kompas.com/ IW Grafis) Perbesar

Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Maruli Simanjuntak (Kompas.com/ IW Grafis)

Jakarta, Indonesiawatch.id – Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) kembali disorot. Sorotan utama terdapat dalam usulan perubahan pada dua pasal, yakni pasal 39 melalui penghapusan larangan berbisnis bagi prajurit TNI dan pasal 47 yang membuka ruang perluasan bagi prajurit TNI untuk menduduki jabatan sipil tanpa melalui mekanisme pensiun dini.

Usulan penghapusan kedua pasal itu sebelumnya mencuat dalam acara Dengar Pendapat Publik RUU Perubahan UU TNI yang digelar Kemenko Polhukam pada 11 Juli 2024. Saat acara tersebut, Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda (Laksda) Kresno Buntoro mengatakan, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto telah menyurati Menko Polhukam Hadi Tjahjanto agar membahas sejumlah pasal dalam Revisi UU TNI.

Salah satu pasal yang dimaksud adalah pasal 39 huruf c. Kresno mencontohkan istrinya yang memiliki usaha warung di rumah. Menurutnya, hal itu membuat dirinya mau tidak mau terlibat dalam kegiatan itu.

“Kalau ini diterapkan maka saya kena hukuman. Prajurit dilarang terlibat di dalam bisnis. Istri saya, saya kan pasti mau enggak mau terlibat. Wong aku nganter belanja dan sebagainya. Terus apakah ini eksis? sekarang, kalau saya diperiksa saya bisa kena. Oleh karena itu, kita sarankan ini (pasal) dibuang,” ujar Kresno.

Menurutnya, yang seharusnya dilarang terlibat kegiatan bisnis adalah institusi TNI, bukan prajurit TNI. “Kalau prajurit, mau buka warung kelontong aja ndak. Kebetulan saya mendapat driver supir sekarang ini. Dia selesai Magrib, itu kadang-kadang, atau Sabtu-Minggu itu dia ngojek. Dia melakukan bisnis. Masa enggak boleh (prajurit TNI) kayak begitu?” katanya.

Karena itu, pihaknya mengusulkan revisi aturan prajurit dilarang terlibat kegiatan bisnis tercantum dalam Pasal 39 UU TNI huruf c. Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak merespons wacana untuk menghapus pasal yang mengatur larangan bagi prajurit terlibat dalam kegiatan bisnis di UU TNI.

Maruli mengatakan, tidak masalah tentara berbisnis atau menjalankan usaha asal tidak menyalahgunakan kewenangan dan kekuatan. “Kata-kata bisnis itu bagaimana? Kalau misalnya kita buka warung, apa berbisnis itu? Ya kan? Kalau misalnya jual beli motor atau apa, ya kalau dia belinya benar, tidak menggunakan itu ya. Jadi, berbisnis ya bisnis,” kata Maruli dalam keterangannya di Mabes TNI AD, Jakarta pada 16 Juli 2024.

Menurutnya, di zaman sekarang, tidak ada prajurit yang menggunakan kekuatan dalam kegiatan bisnis. Karena semua dalam pengawasan publik dan pengawasan atasan dari prajurit tersebut. Maruli juga menyinggung soal kontrol dari media. “Yang enggak boleh itu saya tiba-tiba mengambil alih menggunakan kekuatan. Itu enggak boleh,” imbuh dia.

Maruli menegaskan seharusnya tidak ada masalah dengan aturan prajurit berbisnis. Apalagi hanya kecil-kecilan untuk menambah penghasilan dan dilakukan di luar jam kerja. “Memang kalau saya mau jualan apa gitu, jadi agen yang legal, kenapa enggak boleh? Karena kan batasan bisnisnya susah ini. Masa kalau sampingan kita jualan rokok, karena memang kurang uang, kan halal. Kan di luar jam kerja,” katanya.

Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf berpendapat pemerintah seharusnya bertanggung jawab soal kesejahteraan prajurit, dan bukan terkesan membiarkan TNI mengusulkan larangan berbisnis bagi personel militer dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 dicabut.

“Harusnya yang dilakukan negara bukan merevisi UU TNI dengan mencabut larangan berbisnis tetapi memastikan kesejahteraan prajurit TNI terjamin dengan dukungan anggaran negara, bukan dengan berbisnis yang dilakukan TNI,” kata Al Araf dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta pada 15 Juli 2024.

Menurutnya, TNI juga harus menerapkan prinsip tata kelola bersih dan terbuka mengenai alokasi anggaran pertahanan buat memastikan kesiapan dan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan kesejahteraan prajurit. Dalam menjalankan prinsip keterbukaan dan integritas, Al Araf menyarankan agar anggota TNI yang menyelewengkan anggaran sebaiknya segera dicopot dan diproses hukum, serta diadili melalui peradilan umum.

“Karena itu militer harus tunduk dalam sistem peradilan umum kalau terlibat tindak pidana umum untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas militer,” ucapnya.

**

Anggota Komisi I DPR Fraksi Demokrat Rizki Natakusumah mengatakan, prajurit TNI seharusnya tidak dilarang oleh negara untuk berbisnis. Menurutnya, kesejahteraan prajurit TNI, khususnya di daerah pelosok sangat memprihatinkan. “Ya memang prajurit TNI itu mereka kan punya keluarga, mereka punya anak, punya istri, punya keluarga yang harus dihidupi yang harus dinafkahi, yang harus dicukupi kehidupan sehari-harinya,” ujar Rizki Natakusumah.

“Kalau kita lihat dari Komisi I selama ini, saya yakin pemerintah juga melihat dari kacamata yang sama, kesejahteraan prajurit kita yang bertugas sehari-hari, ditugaskan di wilayah konflik, terutama di wilayah pelosok, ini kesejahteraan hidupnya sehari-harinya masih sangat memprihatinkan,” kata Rizki.

Rizki mengungkap, DPR selama ini telah bekerja keras untuk meningkatkan anggaran bagi prajurit TNI. Meski masih dalam level anggaran yang minim. “Jadi dengan realita yang ada seperti itu, ya kurang pas jika negara melarang mereka untuk beraktivitas usaha, selama itu tidak menyalahi aturan,” ujarnya.

Rizki berpendapat selama usaha yang dijalankan prajurit TNI tidak memiliki irisan konflik kepentingan dengan tugasnya sehari-hari, maka tidak ada masalah dengan bisnis tersebut. Meski demikian, ia menekankan TNI memang idealnya mengurusi pertahanan dan kedaulatan negara. “Tapi dengan realita yang ada seperti ini, tentu kurang pas kalau misalnya negara melarang mereka untuk beraktivitas memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, mengingat kesejahteraan mereka yang butuh penekanan ke depan,” ucap Rizki.

Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie mengatakan, usulan penghapusan larangan kegiatan bisnis bagi prajurit TNI dapat menebalkan keterlibatan prajurit TNI pada bidang-bidang di luar pertahanan negara. “Jika sebelumnya hanya pada bidang sosial-politik, melalui usulan ini bertambah pada bidang ekonomi,” kata Ikshan dalam keterangannya kepada Indonesiawatch.id.

Menurutnya, usulan tersebut dapat menjadi pintu masuk bagi kemunduran (regresi) profesionalitas militer karena memberikan legitimasi aktivitas komersial bagi prajurit TNI dan potensi pemanfaatan aspek keprajuritan untuk hal-hal di luar pertahanan negara. “Argumentasi keniscayaan keterlibatan prajurit TNI berbisnis apabila anggota keluarganya berbisnis, seperti membuka warung, memperlihatkan ketidaksesuaian antara norma yang ingin dihapus dengan konteks yang diberikan,” kata Ikhsan.

Dirinya melanjutkan, keterlibatan prajurit dalam membantu anggota keluarga dalam konteks demikian tentu tidak berdampak terhadap penggunaan atribut dan/atau aspek keprajuritan lainnya, seperti kewenangan komando. Hal tersebut berbeda konteks dengan norma pasal 39.

“Mencabut norma larangan berbisnis bagi anggota TNI sebagai dalam pasal 39 justru dapat berdampak terhadap keterlibatan dalam aktivitas bisnis yang lebih besar, menjauhkan TNI dari profesionalitas, dan potensial menjerumuskan TNI ke dalam praktik-praktik buruk kegiatan bisnis, seperti menjadi beking sebuah entitas bisnis,” ucapnya.

Ikhsan menilai yang dibutuhkan pada perubahan pasal 39 adalah memberikan ketentuan lebih rinci mengenai definisi dan batasan bisnis yang dimaksud, misalnya dalam Penjelasan pasal tersebut, bukan dengan menghapus larangan terlibat dalam kegiatan bisnis bagi TNI.

[red]

Berita Terbaru

Marak TPPO, Wemenkum Prof Eddy‎: Tugas Pemasyarakatan dan Imigrasi Kian Berat

11 December 2024 - 19:29 WIB

Wamenkum Prof Eddy mengatakan, tugas imigrasi dan pemasyarakatan kian berat dengan maraknya TPPO dan perubahan paradigma hukum pidana. (Indonesiawatch.id/Dok. Kemenkum)

Pak Bahlil, Masalah Impor Minyak Tidak Tergantung Beroperasinya RDMP Balikpapan

11 December 2024 - 16:55 WIB

Samuel Rizal dan Menteri Bahlil Lahadalia serta istri, di kantor BKPM, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (24/12) (Foto: Grid.ID / Annisa Dienfitri)

Aceh Jadi Pusat Hilirisasi Gas Bumi dan Getah Pinus

11 December 2024 - 16:08 WIB

Ilustrasi hilirisasi gas. (Indonesiawatch.id/Dok. Pertamina)

Pemerintah Siapkan Sejumlah Langkah ‎Antisipasi Bencana Cuaca Ekstrem di Jobodetabek

11 December 2024 - 14:19 WIB

Ditemukan Cadangan Gas Bumi di Sumur Geng North-1 Kaltim, SKK Migas: Jadi Game Changer

11 December 2024 - 13:32 WIB

Ilustrasi Sumur Geng North-1 (Foto: SKK Migas)
Populer Berita Energi