Menu

Dark Mode
Perubahan Paradigma Stratifikasi Sosial, Pemicu Korupsi Di Indonesia Penyidikan Megakorupsi Pertamina yang Terorganisir Oknum Lelang Katering RS Jiwa Aceh Diduga Catut Nama Gubernur Mualem Aji Mumpung Yandri Susanto Rusak Etika Berbangsa Bernegara CERI Bongkar Dokumen-dokumen Skandal Oplos BBM Pertamina Pernyataan Menteri ESDM Blunder Lagi, Eks Dirjen Minerba: Bahlil Omon-omon Saja karena Nggak Ngerti

Ekonomi

PPN Naik jadi 12%, INDEF Ingatkan Dampak Negatifnya ke Perekonomian

Avatarbadge-check


					Menkeu Sri Mulyani (Istimewa) Perbesar

Menkeu Sri Mulyani (Istimewa)

Jakarta, Indonesiawatch.id – Studi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menunjukkan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 akan memberikan dampak negatif ke perekonomian seperti penurunan upah riil, naiknya biaya produksi, penurunan daya beli, bertambahnya jumlah pengangguran dan PHK.

Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan studi atas dampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025 berdasarkan kalkulasi model computable general equilibrium.

Hasilnya, lanjut Ahmad, terjadi penurunan kinerja perekonomian secara keseluruhan. “Jadi, akan menggerus pertumbuhan ekonomi, diawali dengan pertumbuhan konsumsi yang juga turun,” ujar Ahmad saat menjadi narasumber diskusi publik INDEF di Jakarta pada Senin,18 November 2024.

Dirinya mengurai terdapat delapan dampak negatif yang akan timbul secara bertahap akibat kenaikan PPN. Pertama, biaya produksi akan naik karena pelaku industri akan membutuhkan biaya lebih ketika membeli bahan baku atau bahan setengah jadi yang kemudian akan berdampak ke harga produk final.

Kedua, kenaikan harga produk dan jasa akan membuat daya beli melemah. Ketiga, akibatnya utilitas penjualan tidak akan optimal. Indikasinya barang yang biasanya terjual 100% kini hanya 60%, misalnya.

Keempat, penyerapan tenaga kerja menurun. “Karena enggak 100% lagi utilisasinya maka akan dikurangi input faktor produksinya termasuk penggunaan tenaga kerja. Ada yang dikurangi jam kerjanya, mungkin akan dikurangi jumlah pekerjanya,” kata Ahmad.

Kelima, otomatis upah juga akan menurun. Keenam, upah yang terkikis akan membuat konsumsi rumah tangga menurun. Selanjutnya, pemulihan ekonomi akan terhambat.

Terakhir, akibatnya pemulihan ekonomi akan terhambat sehingga pendapatan negara akan menurun. Ahmad turut memaparkan hasil perhitungan INDEF. Dirinya menjelaskan, kenaikan PPN menjadi 12% akan menurunkan nilai ekspor sebesar 1,41%, penurunan konsumsi rumah tangga sebesar 0,26%, hingga penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,17%.

“Jadi, misalnya pertumbuhan ekonomi kita harusnya 5%, gara-gara ada kenaikan PPN, enggak jadi 5%, dikurang 0,17% jadi 4,83%,” kata Ahmad.

Kemudian, upah riil akan berkurang 0,96%. Sejalan, inflasi akan naik 0,97%. Bahkan, jumlah total tenaga kerja akan turun hingga 0,94%.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan sinyal bahwa tidak akan ada penundaan implementasi kenaikan tarif PPN menjadi 12%.

Sri Mulyani menegaskan Pasal 7 ayat (1) UU No. 7/2021 sudah mengamanatkan bahwa PPN harus naik menjadi 12% pada 1 Januari 2025.

“Kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR pada Rabu, 13 November 2024.

[red]

Berita Terbaru

Perubahan Paradigma Stratifikasi Sosial, Pemicu Korupsi Di Indonesia

15 March 2025 - 09:11 WIB

Penyidikan Megakorupsi Pertamina yang Terorganisir

14 March 2025 - 13:08 WIB

Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Anti Mafia Migas, Fahmy Radhi.

Oknum Lelang Katering RS Jiwa Aceh Diduga Catut Nama Gubernur Mualem

14 March 2025 - 08:11 WIB

Rumah Sakit Jiwa Aceh.

CERI Bongkar Dokumen-dokumen Skandal Oplos BBM Pertamina

10 March 2025 - 08:30 WIB

Febrie Adriansyah, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejaksaan Agung (Foto: Kompas)

Pernyataan Menteri ESDM Blunder Lagi, Eks Dirjen Minerba: Bahlil Omon-omon Saja karena Nggak Ngerti

6 March 2025 - 18:08 WIB

Bahlil Lahadalia (Doc. Jawapos)
Populer Berita Ekonomi