Jakarta, Indonesiawatch.id – Presiden Prabowo Subianto secara resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan piutang macet kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kebijakan tersebut mencakup penghapusan tagihan piutang macet kepada UMKM di tiga bidang, yaitu pertanian, perkebunan, dan peternakan; perikanan dan kelautan; serta UMKM lainnya seperti mode/busana, kuliner, industri kreatif, dan lain-lain.
Dengan kebijakan tersebut, pemerintah berharap dapat membantu produsen dan masyarakat yang bekerja di bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan kelautan. Di sisi lain, bank pelat merah juga memiliki payung hukum untuk memutihkan kredit macet atau menghapus utang petani, nelayan, dan UMKM.
Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyebut, kebijakan penghapusan tagihan piutang macet atau write off patut diapresiasi dan disikapi dalam dua hal.
“Pertama yang dicermati ada prasyarat, harus fokus dulu ke mereka [masyarakat] yang benar-benar tidak mampu. Katakanlah, kalau itu (utang) tidak dihapus maka mereka tidak punya kemampuan untuk membayar,” kata Tauhid Ahmad kepada Indonesiawatch.id.
Kedua, dirinya menyarankan agar utang yang diputihkan berada pada level pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM). “Akan lebih baik itu diterapkan pada level usaha mikro dan kecil karena bagi bank itu tidak jadi masalah, tapi bagi level usaha menengah yang sebenarnya mereka punya kemampuan itu kan masih bisa diupayakan (untuk dibayar) atau masih bisa dicatat,” ujar Tauhid.
Menurutnya, bank bisa saja membebaskan utang para pelaku usaha kecil. Namun, ada kecenderungan mereka masih mendapatkan catatan khusus dan menjadi bahan evaluasi. Hal ini dikenal dengan istilah BI Checking.
“Kadang-kadang mereka (pelaku usaha) juga diperketat untuk pemberian kredit baru. Saya pikir untuk pelaku UKM tidak perlu diterapkan seperti ini. Ini saya kira yang perlu harus dilihat,” katanya.
Tauhid memberikan catatan kebijakan Prabowo membawa angin segar terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat keci. Terlebih, Non Performing Loan (NPL) gross UMKM saat ini berkisar di angka 4,2-4,3%.
[red]