Jakarta, Indonesiawatch.id – Lagi-lagi sektor usaha rakyat, terjegal oleh nafsu rente para pejabat yang membidangi impor susu. Adanya kebijakan oleh Industri Pengolahan Susu (IPS), tentang pembatasan kuota susu perah dari peternak sapi di Boyolali, mengakibatkan terjadinya kelebihan produksi susu sapi sebesar 30.000 liter/hari atau sekitar Rp 400 juta.
Akibat dari pembatasan kuota susu sapi oleh IPS, telah memicu aksi massa para peternak sapi di Boyolali, dengan membuang 50 Ton susu di depan kantor Dinas Peternakan Boyolali, bahkan sebagian susu digunakan untuk mandi oleh para peternak sapi, sebagai bentuk protes.
Aksi buang susu sapi perah sebanyak 50 ton, oleh para peternak sapi di Boyolali, merupakan peristiwa yang kontraproduktif terhadap program makan bergizi gratis dan upaya untuk mengatasi kasus stunting yang masih terjadi, diberbagai daerah di Indonesia.
Pembatasan kuota susu oleh IPS, disinyalir karena adanya kuota impor susu dari luar negeri, dengan fasilitas kemudahan import. Produksi susu lokal untuk kebutuhan dalam negeri baru sekitar 20 persen, sisanya sekitar 80 persen kebutuhan susu dalam negeri berasal dari impor.
Oleh sebab itu, jika pemerintah lebih mengedepankan perlindungan terhadap sektor produksi susu lokal, tidak akan terjadi kelebihan produk susu local yang memicu aksi unjuk rasa para peternak sapi perah.
Fenomena import komoditi pangan yang berdampak terhadap melemahnya produksi pangan dalam negeri, sudah saatnya membutuhkan campur tangan pemerintah pusat, mengingat kebijakan yang mengutamakan produk pangan import, semata-mata karena adanya praktek mengejar rente dari para oknum pejabat, tanpa mempertimbangkan dampak terpuruknya para petani dan peternak di dalam negeri.
Aksi unjuk rasa Boyolali, hendaknya menjadi tantangan pemerintah Prabowo, untuk menindak tegas para pemangku kebijakan import yang semata-mata mengejar rente.
Sri Radjasa MBA
-Pemerhati Intelijen