Sumber ini meyakini, direksi PGN sekarang tidak akan melakukan mitigasi karena setiap kebijakan berisiko bagi mereka di kemudian hari. “Karena nanti risiko dan liabilities akan bergeser ke mereka [direksi PGN], pasti cari aman,” katanya.
Menurutnya, Pertamina bisa saja mengintervensi PGN sebagai subholding. “Cuma kalau mereka [Pertamina] memberikan arahan ke PGN, maka dua-duanya bakal menanggung risiko dan liabilities-nya. Karena bisa jadi awalnya tugas Dirut PGN sekarang, memang disuruh cuci piring, bersih-bersih,” katanya.
Baca juga:
Kewajiban Jangka Panjang PGN karena Gagal Kirim LNG ke Gunvor Lebih Rp1 Triliun
Sementara kalau Pertamina tidak memberikan instruksi ke PGN untuk mitigasi, maka direksi Pertamina juga bisa dianggap salah. “Karena membiarkan hal itu terjadi. Padahal mereka [Pertamina] juga dinilai ikut bertanggung jawab dengan original deal-nya,” ujarnya.
Karena itu, menurut sumber ini, direksi PGN lebih memilih status quo. “Direksi PGN akan dengan cerdik menunggu arahan tertulis direksi Pertamina. Karena mereka [PGN] itu, maju kena mundur kena. Tidak ada [direksi PGN] yang berani ambil posisi atau perintahkan cut-loss,” katanya.
Sementara Pertamina jika diam saja, justru akan menyeret mereka ke kasus dengan potensi kerugian yang besar. Dan bisa dianggap sebagai potensi kerugian negara. “Jadi sekarang sedang terjadi ‘perang’ taktik antara direksi PGN vs Pertamina. Lebih cocok disebut politik kantor,” ujarnya.
Menurutnya, Pertamina bisa saja mendorong direksi PGN untuk melakukan cut-loss. Dengan asumsi kerugian yang muncul tidak sebesar perkiraan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BPK menilai, risiko klaim kegagalan pengiriman kontrak bisa mencapai USD376.992.000 atau setara Rp5,85 triliun dan berpotensi membebani keuangan PGN sebesar USD117.972.000 atau setara Rp1,83 triliun.
“Tapi tetap saja ini membuat kedua Direksi dianggap bertanggung-jawab. Apalagi kan waktu tanda tangan di Swiss -Genewa, direksi Pertamina mengetahui hal ini. Berarti mereka bertanggung jawab juga atas potensi kerugian yang muncul,” katanya.
Menurut sumber ini, direksi PGN bisa saja memilih opsi cut loss dengan melibatkan Pertamina. “Walaupun memotong kerugian yang lebih besar tapi mereka [Pertamina] malah menjadi ikut bertanggung jawab atas cut-loss nya,” ujarnya.
Sumber ini menyarankan, ada beberapa tahapan yang bisa dilakukan jika PGN harus cut-loss. Pertama, PGN meminta persetujuan Pertamina sebagai pemegang saham. “Untuk mengambil opsi cut loss, baik untung maupun rugi,” ujarnya.
Bersambung ke halaman selanjutnya