Jakarta, Indonesiawatch.id – Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN, Nusron Wahid, akhirnya buka suara bahwa laut Tangerang, Banten, yang dipagar itu merupakan ratusan kavling milik sejumlah perusahaan.
Nusron dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Senin, (20/1), menyampaikan, total ada 263 Sertifikat Hak Guna Bangung (SHGB) bidang tanah di bawah laut Tangerang yang dipagar 30,16 kilomter (km) tersebut.
Baca juga:
KKP Ancam Cabut Izin Perusahaan Pembuat Pagar Laut Tangerang
Adapun perusahaan pemilik SHGB tanah di bawah laut Tangerang itu di antaranya PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang dan PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang.
Kemudian, lanjut Nurson, 9 SHGB atas bidang tanah di bawah laut Tangerang milik perseorangan atau individu dan 17 bidang lainnya yang dilengkapi Sertifikat Hak Milik (SHM).
Terkait adanya ratusan bidang tanah dengan SHGB di bawah laut Tangerang yang telah berstatus kavling milik sejumlah perusahaan hingga pribadi itu, Kementerian ATR/BPN akan berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG).
Koordinasi tersebut guna memastikan batas garis pantai. Nusron menyatakan, pihaknya akan menindak tegas jika sertifikat-sertifikat itu di luar garis pantai.
“Memang wilayah laut kemudian di-SHGB-kan, disertifikatkan, maka kami tentu akan evaluasi dan tentu akan kami tinjau ulang,” katanya.
Kementerian ATR/BPN, lanjut Nusron, berwenang meninjau ulang sertifikat sesuai peraturan pemerintah. Terlebih, sertifikat-sertifikat tersebut baru terbit pada tahun 2023.
Ia menjelaskan, ratusan SHGB milik berbagai perusahaan dan SHM milik pribadi itu belum berusia 5 tahun dan jika dalam evaluasi itu ditemukan melanggar hukum, itu dapat dibatalkan.
“[Apabila] ada cacat material, ada cacat prosedural, dan ada cacat hukum, maka dapat kami batalkan dan dapat kami tinjau ulang tanpa harus proses perintah pengadilan,” tandasnya.
Sedangkan soal polemik pagar laut sejauh 30,16 km di perairan Tengerang, Banten, yang terus bergulir, Nusron sempat menyampaikan, tidak mau ikut campur terlalu jauh, karen bukan wewenang Kementerian ATR/BPN.
Sementara itu, Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Permpas Tanah Rakyat (TA-MOR PTR), Ahmad Khozinudin, menyampaikan, pascamencuatnya sejumlah SHGB di atas laut dari Bocor Alus Tempo, pihaknya mendapat informasi bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang tengah panik.
BPN tengah berupaya membersihkan jejak untuk menutupinya. Menurutnya, wajar itu membuat BPN panik karena tidak ada dalih apapun BPN berwenang menerbitkan sertifikat bukti hak di atas laut.
“Karena laut, tidak boleh dimiliki oleh pribadi maupun korporasi, baik dalam bentuk SHM maupun SHGB,” ujarnya dilansir dari Jakartasatu.com.
Adapun modus BPN yang digunakan untuk menerbitkan SHGB di atas laut itu adalah sejumlah transaksi jual-beli girik bodong. Pemilik girik mengklaim bahwa laut itu awalnya daratan atau tanah miliknya kemudian terkena abrasi sehingga menjadi laut.
Setelah dijual, nantinya pengembang akan melakukan restorasi laut dengan dalih untuk mengembalikan daratan yang terkena abrasi tersebut.
Kemudian, jika itu dipersoalkan, BPN akan menggunakan jurus bahwa pihaknya hanya melayani permohonan. Sepanjang terpenuhinya syarat formil, BPN tidak bisa menolak untuk menerbitkan sertifikat. Indonesiawatch.id masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.
[red]