Jakarta, Indonesiawatch.id – Pemerintah telah menetapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 12% yang akan berlaku mulai Januari 2025.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers pada Senin, (16/12), mengatakan, kenaikan PPN tersebut sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Baca juga:
PPN Vietnam Turun dari 10% ke 8%, Indonesia Sebaliknya
“Sesuai amanat UU HPP sesuai jadwal yang telah ditentukan tarif PPN akan naik 12% per 1 Januari 2025,” katanya.
Terkait tarfi baru tersebut, Bank Dunia mengkritisinya dan menyebut kenaikan PPN tersebut semakin buruk buat Indonesia. Terlebih lagi tarif PPN Indonesia lebih tinggi dbanding beberapa negara tetangganya
“Hal ini terlihat dari menurunnya efisiensi C secara keseluruhan dalam sistem PPN, yaitu rasio antara penerimaan PPN dengan konsumsi akhir,” tulis Bank Dunia dikutip pada Rabu, (18/12).
Indonesia telah mencapai peringkat Kredit Investasi dalam peringkat kredit negara. Pendapatan pajak yang rendah dan pasar keuangan yang kurang berkembang dapat menjadi sumber risiko bagi peringkat kredit negara.
Menutup kesenjangan pajak tidak hanya dapat menghasilkan sumber daya untuk pembangunan tetapi juga mengurangi biaya pinjaman negara di pasar kredit internasional.
Begitu pula dari sisi kesenjangan PPN Indonesia yang besar semakin memburuk dan lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa negara sekitarnya. Hal ini tercermin dari penurunan Efisiensi C (C-Efficiency).
Efisiensi C Indonesia telah mengalami tren penurunan sejak 2018. Angka reratanya sebesar 52,8% pada 2016-2021, kemudian mencapai titik terendah ke angka 44,5% saat pagebluk Covid-19 tahun 2020.
Efisiensi pemungutan yang rendah ini sangat mengkhawatirkan, mengingat tarif PPN statutorinya yang sebanding dengan negara-negara sekitarnya.
[red]