Menu

Dark Mode
Boyamin Saiman Apresiasi Penyidik PMJ, Temukan Ponsel Kacab BRI Rencana Lawatan Presiden Prabowo ke Belanda, Pertaruhan Marwah Kedaulatan Indonesia Lagi-Lagi Dugaan Konflik Kepentingan Menteri Desa Yandri Cara KPU Mendidik Masyarakat dengan Kebijakan Plinplan Kasus Kerusuhan Nepal & Indonesia, Modus Pembunuhan Terhadap Demokrasi oleh Gen Z Pengamat Energi: Subholding Pertamina Kebijakan Salah Menteri BUMN Era Jokowi

Opini

DPR Ajang Jual Beli Jabatan Basah

Avatarbadge-check


					Ilustrasi gedung DPR Perbesar

Ilustrasi gedung DPR

Jakarta, Indonesiawatch.id – Ungkapan segala nikmat meminta syarat atau tidak ada makan siang gratis, adalah slogan yang terpampang secara imajiner, di setiap ruangan sidang gedung DPR.

Ungkapan tersebut terkait dengan, kewenangan DPR dalam pengangkatan pejabat negara di era reformasi. Ada 28 posisi jabatan publik yang penetapannya, wajib melibatkan DPR RI, diatur dalam undang-undang dengan menggunakan beberapa istilah.

Seperti memperhatikan pertimbangan, pertimbangan, persetujuan, diajukan oleh, dipilih oleh, memilih, berkonsultasi dengan dan atas usul DPR.

Era reformasi telah memberi ruang pergeseran, bandul kekuasaan dari executive heavy ke legislative heavy, dengan besarnya kewenangan pengangkatan pejabat negara melalui mekanisme DPR RI.

Diantaranya jabatan Duta Besar, anggota BPK, anggota Komisi Yudisial, anggota KPU, anggota Bawaslu, anggota Komisioner OJK, anggota Baznas, Pengawas BPJS, Lembaga Sensor Film, Komisi Pengawas Haji, Komisi Informasi Pusat, Ombudsman, Pengarah BNPB, Dewan Enerji Nasional, LPSK, Gubernur BI, Panglima TNI, Kapolri, Komisi Perlindungan Anak, Pimpinan KPK, Komisi Penyiaran Indonesia, Pengawas RRI dan TVRI, Ka BP Migas, Komite BP Migas, Hakim MA, Komnas HAM.

Besarnya kewenangan DPR dalam pengangkatan sejumlah pejabat negara, dari sudut ketatanegaraan tentunya telah merubah penerapan system presidensial.

Walaupun untuk beberapa jabatan strategis seperti pengangkatan Panglima TNI dan Kapolri serta Ka BIN, penting menjadi ranah kewenangan DPR, dalam rangka memperkuat fungsi check and balance serta menghindari kekuasaan presiden yang sewenang-wenang.

Namun demikian reformasi yang memberi kewenangan besar DPR dalam pengangkatan pejabat negara, khususnya pada “jabatan basah”, merebak aroma jual beli jabatan hingga keluar ruang sidang DPR, diantaranya pengangkatan anggota BPK-RI, terjadi transaksi dengan nilai cukup fantastis.

Belum lagi kewenangan DPR tersebut, telah dijadikan peluang oleh politisi partai politik, sebagai ajang melamar pekerjaan pada jabatan-jabatan yang membutuhkan keahlian teknis, maka tidak heran jika politisi menduduki jabatan anggota BPK sebagai auditor.

Dihadapkan oleh kenyataan buruknya kinerja pemerintah, akibat korupsi yang merajalela dan rendahnya kualitas profesionalisme pejabat negara, tentunya menjadi tanggung jawab DPR selaku pengemban fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah.

Bagaimana mungkin DPR mampu mengedepankan aspek objektifitas dalam pengawasan, jika mekanisme pengangkatan pejabat negara dilakukan dengan “transaksi jual beli”.

Apalagi bila kewenangan DPR diperluas memiliki hak mencopot pejabat negara, maka tidak tertutup kemungkinan DPR “menang dua kali”, karena akan terjadi praktek “premanisme” untuk memalak pejabat negara dengan modus “ancaman dicopot”.

Inilah ironi kehidupan berbangsa bernegara, seperti makan buah simalakama “memilih berarti mendukung kejahatan memperoleh kekuasaan, tidak memilih berarti membiarkan kejahatan merebut kekuasaan”.

Sri Radjasa MBA
-Pemerhati Intelijen

Berita Terbaru

Boyamin Saiman Apresiasi Penyidik PMJ, Temukan Ponsel Kacab BRI

23 September 2025 - 16:22 WIB

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Bin Saiman mencari Riza Chalid di Malaysia (Foto: Ist.)

Rencana Lawatan Presiden Prabowo ke Belanda, Pertaruhan Marwah Kedaulatan Indonesia

21 September 2025 - 22:46 WIB

Lagi-Lagi Dugaan Konflik Kepentingan Menteri Desa Yandri

19 September 2025 - 14:53 WIB

Menteri Desa Yandri Susanto (Foto: Media Indonesia)

Cara KPU Mendidik Masyarakat dengan Kebijakan Plinplan

18 September 2025 - 11:44 WIB

Ilustrasi KPU.

Kasus Kerusuhan Nepal & Indonesia, Modus Pembunuhan Terhadap Demokrasi oleh Gen Z

16 September 2025 - 13:59 WIB

Ilustrasi demonstrasi di Nepal. (AFP/PRABIN RANABHAT)
Populer Berita Opini