Menu

Dark Mode
Krikil dalam Sepatu Damai Aceh Perang Iran-Israel Picu Perang Dunia Ketiga? Pendaftaran AMI Awards 2025 Dibuka! Ruang Ekspresi Memajukan Musik Indonesia Kunjungan Presiden Prabowo ke Singapura Bahas Ekstradisi, Bisa Seret Mafia Migas Kemiskinan yang Dimiskinkan Pak Prabowo, Dengarlah Suara Rakyat

Energi

Harga Bioavtur Pertamina Mahal, Sulit Komersial dan Bersaing

Avatarbadge-check


					Truk Tangki Pertamina mengangkut Bioavtur (SAF) (Foto: Pertamina). Perbesar

Truk Tangki Pertamina mengangkut Bioavtur (SAF) (Foto: Pertamina).

Jakarta, Indonesiawatch.id – PT Pertamina (Persero) mengklaim sudah mampu membuat bahan bakar jenis Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur untuk pesawat. Bahkan, produknya mau dipasarkan pada Bulan September 2024.

“Kita mau pasarkan SAF dalam event Bali International Airshow,” ujar Wakil Direktur Utama PT Pertamina Wiko Migantoro, di acara Press Conference Bali International Airshow, Jakarta, Senin (19/9).

SAF yang diproduksi Pertamina jenis Bioavtur J2.4. Artinya kandungan bioavturnya masih 2,4%.

Bioavtur tersebut diproduksi di RU IV Cilacap sejak 2021. Prosesnya dengan co-processing antara Avtur yang diolah dari crude oil dengan bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO).

RBDPKO merupakan minyak inti sawit yang telah mengalami proses pengolahan pemucatan, penghilangan asam lemak bebas dan bau. Kapasitas produksi mencapai 1.350 kilo liter (KL) per hari.

Sayangnya, berdasarkan dua sumber Indonesiawatch.id, harga RBDPKO mahal. Akibatnya membuat biaya pokok produksi Bioavtur juga menjadi tidak kompetitif, dibandingkan dengan avtur biasa.

Apalagi hingga saat ini belum ada satupun regulasi yang mengharuskan maskapai penerbangan menggunakan bioavtur. Kondisi ini ikut menyebabkan program Bioavtur semakin sulit dijalankan.

Menurut seorang eks petinggi Kilang Pertamina, sebenarnya sudah pernah ada rencana untuk membuat inovasi dengan mengembangkan salah satu Unit di Kilang RU IV Cilacap. Tujuannya untuk bisa menghasilkan SAF 100 dengan bahan baku campuran CPO, Use Coking Oil dan limbah sawit.

Kapasitas yang direncanakan ketika itu 6.000 barel per hari. “Terus planning upgrade selanjutnya tersebut juga sudah diselesaikan BED (Basic Engineering Design) dan FEED (Front End Engineering Design) saat itu. Tapi entah mengapa tidak diteruskan sampai sekarang,” ujar sumber Indonesiawatch.id itu keheranan, (20/08).

Berita Terbaru

Perang Iran-Israel Picu Perang Dunia Ketiga?

18 June 2025 - 09:50 WIB

Ekspresi Mantan Pemain Sirkus OCI Berubah-ubah di Podcast, Analis Mikroekspresi: Karena Sudah Sering Muncul di Talkshow

3 May 2025 - 12:42 WIB

Analis Gestur & Mikroekspresi Monica Kumalasari (Foto: Antaranews.com)

Indonesia Menuju Bangsa Gagal Budaya

3 May 2025 - 12:30 WIB

Sri Radjasa MBA (Pemerhati Intelijen).

Wibisono Apresiasi Pertemuan Presiden dengan 7 Pemred Media

9 April 2025 - 19:20 WIB

CME: Keberadaan Danantara Bak Madu dan Racun Bagi Ekonomi Nasional

7 April 2025 - 17:56 WIB

Populer Berita Ekonomi