Jakarta, Indonesiawatch.id – Menarik membaca esai Prof Kamaruzzaman Bustamam Ahmad PhD, tentang arah geopolitik dan geostrategis pemerintahan Prabowo, dengan pendekatan intelijen strategis, untuk memperkuat jati diri bangsa Indonesia di pentas internasional. Atau dengan istilah popular meletakan kepentingan nasional Indonesia dalam tatanan internasional (world order).
Presiden Prabowo dalam berbagai pidatonya, kerap kali memberikan pandangan tentang pentingnya membangun kesadaran geopolitik dan geostrategic, dalam rangka mereposisi Indonesia sebagai kekuatan yang harus diperhitungkan.
Mimpi besar Presiden Prabowo, bukanlah utopia belaka jika mencermati sumber daya yang dimiliki Indonesia. Tetapi jalan menuju mimpi besar Presiden Prabowo, harus dibangun melalui reformulasi intelijen strategis yang selama rezim Jokowi tersisih dan diisi oleh pimpinan kepolisian.
Selama 10 tahun rezim Jokowi, lebih memperkuat intelijen keamanan yang orientasi tugasnya lebih kepada mengamankan rezim yang berkuasa. Sementara intelijen tidak memiliki kemampuan untuk meredam kerawanan yang berdampak terbelahnya masyarakat oleh issue radikalisme, intoleran dan disorientasi ideologi.
Seiring dengan rencana penataran para menteri kabinet merah putih di Akmil Magelang, dapat dijadikan sarana untuk memberi asupan gizi pemahaman pengetahuan geopolitik dan geostrategik, sebagai pondasi membangun Indonesia baru yang disegani di pentas internasional.
Semua negara besar memiliki landasan kebijakan dalam membangun pengaruhnya, melalui global outlook, global scenario atau global trend. Bagi Indonesia inilah saatnya untuk membangun Indonesianization of Global Mind (IGM), sebagai perwujudan dari mimpi Presiden Prabowo, melalui pondasi intelijen strategis yang kokoh.
Hari ini Indonesia masih sangat ketergantungan negara asing di berbagai bidang, sehingga data kependudukan Indonesia sangat mudah untuk dibuka oleh Negara jiran Singapura. Diplomasi ekonomi dengan Malaysia, Indonesia masih belum mampu berdiri tegak.
Bahkan peran Indonesia di kawasan Timur Tengah, dulu menjadi barometer bagi stabilitas kawasan tersebut, kini tidak lebih hanya sebagai pemandu sorak. Indonesia dikenal hanya sebagai penyuplai tenaga kerja non skill, belum mampu memanfaatkan warga Negara Indonesia di luar negeri yang professional untuk mengamankan kepentingan Indonesia di luar negeri.
Pada tataran inilah intelijen strategis bermain, untuk membangun rekayasa social, politik, ekonomi social budaya, dalam rangka membangun citra Indonesia yang disegani di pentas internasional. Intelijen strategis harus memiliki kemampuan menghapus stigma negative tentang pemerintah Indonesia yang mampu menyengsarakan rakyatnya.
Besar harapan lima tahun ke depan, Presiden Prabowo sebagai Panglima Tertinggi militer, mampu memformulasikan kebijakan strategis yang terukur. Dengan mengeksploitasi geopolitik dan geostrategic, untuk mengembangkan balancing order, sehingga setiap kebijakan strategis Indonesia, harus dilihat dari perspektif how to win the heart for global security of Indonesia Interests.
Indonesia ke depan tidak lagi dihinggapi kecemasan dengan pertanyaan “seberapa besar kekuatan lawan, tapi langsung bertanya dimana posisi lawan agar dapat kita hadang”.
Sri Radjasa MBA
-Pemerhati Intelijen