Jakarta, Indonesiawatch.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapan 9 orang petinggi dari 9 perusahaan sebagai tersangka korupsi impor gula di Kemendag tahun 2015–2016.
Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Senin petang, (20/1), mengatakan, penyidik menetapkan 9 orang tersanga setelah mengantongi bukti permulaan yang cukup.
Baca juga:
Kejagung Periksa Ketum APTRI soal Korupsi Gula Tom Lembong
Adapun kesembilan tersangkanya, yaitu:
1. Direktur Utama (Dirut) PT AP, TWNG
2. Presiden Direktur (Presdir) PT AF, WN
3. Direktur Utama (Dirut) PT SUJ, AS
4. Direktur Utama PT MSI, IS
5. Direktur PT MP, TSEP
6. Direktur PT BSI, HA
7. Direktur Utama (Dirut) PT KTM, ASB
8. Direktur Utama (Dirut) PT BFM, HFH
9. Direktur PT PDSU, ES.
Abdul Qohar mengatakan, Tim Jaksa Peyidik Pidsus menetapkan kesembilan petinggi atau bos perusahaan swasta tersebut setelah menemukan dua alat bukti permulaan yang cukup.
“Sembilan tersangka ini adalah dari perusahaan yang melakukan importasi gula kristal mentah kemudian diolah menjadi gula kristal putih,” ujarnya.
Penetapan kesembilan tersangka ini merupakan pengembangan kasus dugaan korupsi yang lebih dulu membelit mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), Charles Sitorus.
Abdul Qohar menjelaskan, kesembilan perusahaan tersebut dapat melakukan impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP) karena mendapat persetujuan dari Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong selaku Mendag saat itu.
Padahal, lanjut Abdul Qohar, berdasarkan Rapat Koordinasi (Rakor) antarkementerian tanggal 12 Mei 2015, telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.
Akan tetapi, lanjut dia, pada tahun 2015, Mendag Thomas Lembong memberikan izin Persetujuan Impor (Pl) GKM untuk diolah menjadi GKP.
Pemberian izin impor kepada 9 perusahaan tersebut menyalahi aturan. Pasalnya, sesuai Keputusan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, yang diperbolehkan impor GKP adalah BUMN yang ditunjuk.
Selain itu, persetujuan impor GKM tersebut tidak melalui Rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.
Suksesnya impor gula ini setelah Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Charles Sitorus, memerintahkan Staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta.
Kedelapan perusahaannya yakni PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI. Pertemuan berlangsung di Gedung Equity Tower, SCBD, Jakarta Selatan (Jaksel), sebanyak empat kali.
“Pertemuan guna membahas rencana kerja sama impor GKM menjadi GKP antara PT PPI dan delapan perusahaan gula swasta, yang juga atas sepengetahuan dan Direktur Utama PT PPI saat itu,” ujarnya.
Pada bulan Januari 2016, Thomas Lembong menandatangani Surat Penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula, melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah GKM impor menjadi GKP sebanyak 300 ribu ton.
“Penugasannya baru belakangan setelah dilakukan rapat 4 kali untuk ditunjuk sebagai impor gula,” katanya.
Selanjutnya, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan gula swasta ditambah satu perusahaan swasta lainnya yaitu PT KTM.
Abdul Qohar mengungkapkan, meskipun seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung dan yang dapat melakukan impor hanya BUMN, yang ditunjuk, dalam hal ini PT PPI.
Atas sepengetahuan dan persetujuan Thomas Lembong, Persetujuan Impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta.
“Sebelum ada penantangan kontrak, ke-8 perusahaan tersebut sudah diundang lebih dahulu, sudah diberitahu bahwa mereka nanti yang akan melakukan pengadaan gula kristal mentah,” ujarnya.
Seharusnya, lanjut Abul Qohar, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga gula nasional, yang diimpor adalah GKP secara langsung.
“Selain itu, Persetujuan Impor dari Kemendag diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait,” ujarnya.
Perusahaan swasta yang mengolah GKM menjadi GKP itu, hanya memiliki izin industri sebagai produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi.
Setelah perusahaan swasta tersebut mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta kepada masyarakat melalui distributor dengan harga Rp16.000 per kg, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp13.000 per kg, dan tidak dilakukan melalui operasi pasar.
“Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah GKM sebesar Rp105 per kg,” tandasnya.
Ulah Thomas Lembong, Charles Sitorus, dan kesembilan perusahaan tersebut telah merugikan keuangan negara sehingga memenuhi unsur tindak pidana korupsi.
Kejagung menyangka TWNG, WN, AS, IS, TSEP, HA, ASB, HFH, dan ES melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
[red]