Jakarta, Indonesiawatch.id – Skema power whelling atau pemanfaatan bersama jaringan listrik telah masuk dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET) yang digodok akhir-akhir ini.
Dalam draft RUU EBET disebutkan bahwa pemenuhan kebutuhan konsumen akan penyediaan tenaga listrik yang bersumber dari Energi Baru/Energi Terbarukan dapat dilakukan dengan Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi (PBJT) dan atau jaringan distribusi melalui mekanisme sewa jaringan.
Selanjutnya, usaha jaringan transmisi tenaga listrik wajib membuka akses pemanfaatan bersama jaringan transmisi untuk kepentingan umum. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan skema sewa jaringan listrik dalam RUU EBET bukan merupakan bentuk dari pasar bebas (liberalisasi) industri listrik nasional, melainkan bertujuan mengoptimalkan distribusi dengan harga terjangkau serta meningkatkan bauran energi terbarukan.
Baca juga:
Kementerian ESDM: Menteri ESDM akan Pilih Tiga Calon Dirjen Minerba untuk Diserahkan ke Presiden
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Prof. Eniya Listiani Dewi mengatakan, PBJT atau skema sewa jaringan listrik PLN oleh pembangkit swasta (Independent Power Producer/IPP) bertujuan untuk mempercepat pengembangan energi bersih dan meningkatkan efisiensi penggunaan jaringan transmisi.

Media Gathering Subsektor EBTKE (Doc. Indonesiawatch.id)
RUU EBET mengatur sejumlah batasan terkait pemanfaatan jaringan transmisi. Misalnya, pembangkit EBT dilarang menyalurkan listriknya secara langsung ke konsumen baik itu di dalam wilayah usaha PLN maupun di luar wilayah usaha lain.
Dengan beberapa batasan tersebut, Eniya menegaskan skema PBJT bukan merupakan bentuk liberalisasi industri ketenagalistrikan di Indonesia, seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Menurut Eniya, skema tersebut memungkinkan pembangkit listrik energi terbarukan dari pihak swasta yang berada di wilayah usaha PLN untuk menyalurkan listrik ke kawasan industri lain melalui sewa jaringan, namun tidak diperbolehkan melakukan distribusi langsung ke konsumen.
Baca juga:
Kementerian ESDM: Investasi Adalah Kunci Tercapainya Target EBT
“Penjualan yang ke pelanggan-pelanggan secara langsung itu enggak boleh. Yang diperbolehkan adalah penyaluran listrik dari wilayah usaha PLN ke wilayah usaha PLN lainnya melalui jaringan PLN, bukan langsung ke penduduk. Jadi, tidak ada isu liberalisasi di sini,” ujar Eniya dalam acara Media Gathering Subsektor EBTKE, di Kantor Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Jakarta, pada Senin, 9 September 2024.
Skema power atau PBJT, lanjut Eniya, tetap menjaga dan memperhatikan aspek kapasitas jaringan, keandalan sistem, kualitas pelayanan, aspek ekonomi dan keuangan negara. Dalam skema tersebut, PLN masih memegang penguasaan penuh melalui persetujuan harga sewa jaringan. “Liberalisasi tidak berlaku di sini, semuanya tetap diatur oleh pemerintah, termasuk harga sewa transmisi,” kata Eniya.
Eniya menyebut, proses pembahasan RUU EBET sudah rampung, baik di tingkat Panitia Kerja maupun Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi. Usulan terkait PBJT dalam rancangan regulasi energi ramah lingkungan ini telah disetujui oleh seluruh perwakilan pemerintah. Forum pembahasan terakhir digelar pada 2 September 2024 di bawah koordinasi Komisi VII DPR RI. Menurut Eniya masih terdapat satu substansi yang sudah dibahas tetapi belum disepakati, yakni mengenai substansi PBJT atau sewa jaringan.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menginstruksikan jajarannya untuk mempercepat penyelesaian RUU EBET. Dalam rapat pimpinan (rapim), Bahlil menekankan pentingnya segera menyelesaikan undang-undang tersebut guna mendorong transisi energi yang lebih berkelanjutan.
“Kalau tidak selesai di sini berarti [dituntaskan] periode tahun depan, tetapi mungkin bisa dipercepat karena Pak Menteri [Bahlil Lahadalia] minta segera selesai,” ujar Eniya.
[red]