Menu

Dark Mode
Perubahan Paradigma Stratifikasi Sosial, Pemicu Korupsi Di Indonesia Penyidikan Megakorupsi Pertamina yang Terorganisir Oknum Lelang Katering RS Jiwa Aceh Diduga Catut Nama Gubernur Mualem Aji Mumpung Yandri Susanto Rusak Etika Berbangsa Bernegara CERI Bongkar Dokumen-dokumen Skandal Oplos BBM Pertamina Pernyataan Menteri ESDM Blunder Lagi, Eks Dirjen Minerba: Bahlil Omon-omon Saja karena Nggak Ngerti

Opini

Ketika Konstitusi Diingkari oleh Penyelenggara Negara Sendiri

Avatarbadge-check


					Ilustrasi matinya demokrasi Perbesar

Ilustrasi matinya demokrasi

Ketika konstitusi negara dilanggar penyelenggara negara itu sendiri, maka sama saja negara itu tidak punya konstitusi. Akhirnya kita bernegara tanpa konstitusi, alias bernegara dengan brutal.

Jakarta, Indonesiawatch.id – Pekik merdeka di tahun empat lima, telah melambungkan harga diri bangsa ini, untuk hidup berdampingan dan sejajar dengan bangsa lain di dunia. Romantika pekik merdeka, kini tersapu awan kelabu ketidakadilan.

Keadilan tinggal sepenggal kata tanpa makna dan tak pernah dapat diraih oleh rakyat kecil. Dalam sejarah perjuangan bangsa, tidak ada sedikitpun tercatat ada peran oligarki, konglomerat maupun penegak hukum. Kemerdekaan direbut dengan darah rakyat.

Lalu mengapa hari ini rakyat pemberi sumbangsih terbesar terhadap berdirinya Indonesia sebagai negara berdaulat, terus disisihkan secara politik, ekonomi dan hukum? Kita tidak perlu lagi berbasa basi atau takut untuk menuding biang kerok dari carut marutnya negara ini adalah para penyelenggara negara yang berprilaku bagai monster terhadap rakyatnya.

Semangat nasionalisme dan gotong royong serta kesetiakawanan sosial, telah tergerus oleh prilaku hedonisme dan ultra capitalism dari para penyelenggara negara. Mereka tak sungkan untuk mensiasati Undang-undang, demi pemenuhan nafsu kekuasaan.

Bahkan mereka tak perduli, perbuatannya dapat mengakibatkan Indonesia suatu masa tinggal sejarah. Mari kita jujur mencermati prestasi para penyelenggara negara pada periode kedua pemerintahan Jokowi.

Indeks demokrasi misalnya. Berdasarkan data Freedom House, indeks demokrasi Indonesia turun dari 62 poin pada 2019 menjadi 53 poin pada 2023. Bahkan menurut Economist Intelligence Unit (EUI), indeks demokrasi Indonesia masih tergolong Flawed Democracy (cacat), jika ditelaah berdasarkan lima indikator besar, yaitu proses pemilu dan pluralisme politik, tata kelola pemerintahan, tingkat partisipasi politik masyarakat, budaya politik, dan kebebasan sipil.

Selanjutnya dalam indeks penegakan HAM. Setara Institute menyusun Indeks HAM dengan mengacu kepada UU No. 12 Tahun 2005 (Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik), serta UU No.11 Tahun 2005 (Pengesahan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, Budaya).

Mereka menilai kinerja pemerintah dalam melaksanakan amanat UU/kovenan tersebut berdasarkan laporan lembaga negara, laporan organisasi masyarakat, riset lembaga penelitian, dan referensi media. Hasilnya pada 2023, indeks penegakan HAM Indonesia mendapat skor Indeks HAM yaitu 3,2, turun dibanding tahun lalu yang skornya 3,3. Penilaiannya dirumuskan dengan skor berskala 1-7. Skor 1 menggambarkan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM paling buruk, sedangkan skor 7 paling baik.

Di bidang pemberantasan korupsi, Transparency International meluncurkan Indeks Persepsi Korupsi 2023 atau Corruption Perception Index (CPI). Pada tahun 2019 CPI Indonesia dengan skor 40 dan kemudian terjun bebas menjadi 34 pada tahun 2022 lalu, kemudian mengalami stagnan pada tahun 2023.

Demokrasi Indonesia sedang berjalan mundur secara cepat. Padahal kita amat paham, bahwa mundurnya upaya konkrit pemberantasan korupsi, mustahil penegakan demokrasi dan HAM dapat terwujud.

Kemudian, kita amati potret Polri hari ini. Index Mundi sebuah portal data yang berbasis di North Carolina, Amerika Serikat, menyajikan data berdasarkan Perceptions Index, menunjukkan Polri menduduki peringkat teratas polisi paling korupsi di Asia Tenggara. Sementara untuk peringkat dunia Polri menduduki posisi ke 18.

Fenomena menurunnya secara masif indeks sektor-sektor yang menjadi pilar utama bagi terwujudnya kesejahteraan dan keadilan rakyat, menjadi suatu sinyalemen para penyelenggara negara telah ingkar terhadap konstitusi negara secara sistemik. Alih-alih melayani rakyat untuk memperoleh akses terhadap kekayaan alam, sebagai komitmen negara terhadap rakyat dalam mengisi kemerdekaan, ternyata mereka lebih nyaman menjadi antek asing.

Demi mengejar rente, kekayaan alam digadai secara brutal. Harapan rakyat tidak muluk-muluk, semoga Presiden terpilih punya nyali untuk “bersih-bersih” dipekarangan rumahnya sendiri.

Sri Radjasa MBA
-Pengamat Intelijen

Berita Terbaru

Perubahan Paradigma Stratifikasi Sosial, Pemicu Korupsi Di Indonesia

15 March 2025 - 09:11 WIB

Penyidikan Megakorupsi Pertamina yang Terorganisir

14 March 2025 - 13:08 WIB

Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Anti Mafia Migas, Fahmy Radhi.

Oknum Lelang Katering RS Jiwa Aceh Diduga Catut Nama Gubernur Mualem

14 March 2025 - 08:11 WIB

Rumah Sakit Jiwa Aceh.

Aji Mumpung Yandri Susanto Rusak Etika Berbangsa Bernegara

12 March 2025 - 13:49 WIB

CERI Bongkar Dokumen-dokumen Skandal Oplos BBM Pertamina

10 March 2025 - 08:30 WIB

Febrie Adriansyah, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejaksaan Agung (Foto: Kompas)
Populer Berita Energi