Jakarta, Indonesiawatch.id – Legasi 10 tahun pemerintahan Jokowi, menjadi penyumbang terbesar bencana kemiskinan yang mendera rakyat hari ini. Kondisi stabilitas nasional saat ini, dihadang oleh potensi krisis.
Misalnya, meningkatnya angka PHK sebesar 20 % dari tahun lalu, tereduksinya penghasilan kelas menengah, hutang negara mencapai posisi tertinggi sepanjang sejarah, beban bunga hutang sebesar Rp3500 Triliun yang jatuh tempo tahun ini.
Lalu nilai tukar rupiah mengalami pelemahan sepanjang sejarah, APBN yang selalu tekor, kemudian maraknya kasus mega korupsi, diperburuk oleh penegakan hukum abal-abal terhadap kasus korupsi.
Miris rasanya ketika berbicara kemiskinan dan ketimpangan distribusi hasil pembangunan, sementara korupsi hingga ratusan triliun marak terjadi di institusi pemerintah, khususnya di BUMN.
Presiden Prabowo dalam sambutannya di acara BAZNAS 27 Maret 2025 lalu mengatakan, kemiskinan absolut dapat diatasi dengan Rp 30 triliun. Prabowo menambahkan, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) memiliki peran strategis untuk mengatasi kemiskinan ekstrim, mengingat BAZNAS mampu mengumpulkan dana Rp 41 triliun.
Lagi-lagi pernyataan presiden Prabowo dirasakan menggelitik, ketika negara menghadapi krisis, rakyat pula yang menjadi tumpuan untuk menanggulangi.
Lantas dimana peran negara ketika rakyat dijadikan objek penegakan hukum abal-abal, kemana negara ketika rakyat tersisih secara politik akibat tipu daya wakil rakyat di DPR. Apa tindakan negara ketika hak rakyat dan warisan anak cucu bangsa ini, dijarah oleh para koruptor dan investor asing.
Jika menurut perhitungan presiden Prabowo, butuh anggaran Rp30 Triliun untuk mengatasi kemiskinan ekstrim, bukankah semudah membalik telapak tangan, tanpa harus membebani rakyat.
Segera sahkan UU perampasan asset para koruptor, kemudian para penegak hukum bekerja atas dasar keadilan untuk menghukum koruptor kakap sekeras-kerasnya. Political will pemerintah untuk memerangi korupsi sampai keakar akarnya, secara konstitusi berada di tangan presiden Prabowo, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Menghadapi situasi stabilitas nasional yang sudah pada eskalasi tanggap darurat, dibutuhkan cara bertindak “out of the box”.
Harus menjadi perhatian presiden Prabowo soal hutang negara yang mencapai Rp 8700 Triliun di akhir masa jabatan Jokowi pada 2024 lalu. Pada tahun ini saja pemerintahan Prabowo, menerima warisan kewajiban membayar bunga hutang negara sebesar Rp3500 Triliun, sementara hutang pokoknya tidak berubah.
Kondisi ini mengisyaratkan bahwa kekayaan alam Indonesia sudah tergadai oleh asing, bahkan kedaulatan negara juga sudah tergadaikan karena hutang negara yang fantastik.
Semua ini akibat tata kelola keuangan negara yang amburadul dan praktek korupsi dengan modus beragam diantaranya ongkos politik yang sangat tinggi. Akibatnya 20% APBN dipotong, untuk digelontorkan ke senayan, korupsi markup anggaran, korupsi sektor bisnis di BUMN, korupsi kebijakan yang memberi karpet merah kepada oligarki dan investor asing.
Kata kunci penyelesaian carut marutnya kehidupan berbangsa bernegara adalah, perangi korupsi dengan format “operasi kejar koruptor dan oknum penegak hukum yang berkhianat”. Jangan tunggu rakyat menggelar pengadilan jalanan, menjarah harta milik koruptor dan pejabat kotor.
Sri Radjasa MBA
-Pemerhati Intelijen