Jakarta, Indonesiawatch.id – Pemerintah mulai menggaungkan kembali program gasifikasi batubara menjadi dimethyl ether (DME). Eks Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Simon Felix Sembiring menyebut, program tersebut hanya dagelan.
Pasalnya, kata Simon, program hilirisasi batubara itu tidak ekonomis. Hal ini ditunjukkan dari hengkangnya perusahaan asal Amerika Serikat yaitu Air Products and Chemicals, Inc dari proyek gasifikasi batubara di tambang Sumatera Selatan.
Baca juga:
Staf Ahli Kementerian ESDM: Tambang Eks PKP2B untuk Ormas Keagamaan, tidak Perlu Masuk WPN
Ketika itu, Air Products Bersama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Pertamina (Persero) membentuk konsorsium proyek. Belakangan Air Products mundur, dan kelanjutan proyek masih jalan di tempat.
Dari informasi yang diperolehnya, Simon mengatakan bahwa program gasifikasi batubara di Sumatera Selatan tidak ekonomis. “Ternyata hasil studi kelayakan, itu sudah tidak ekonomis. Tapi ini kan politis,” ujarnya kepada Indonesiawatch.id (04/11).
Selain di tambang Sumatera Selatan, Air Products juga batal menggarap program gasifikasi batubara menjadi etanol di Kalimantan bersama perusahaan Bakrie Grup, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia.
Simon menilai keluarnya Air products dari konsorsium Bakrie juga karena hasil studi kelayakan menunjukkan tidak ekonomis. “Itu semua dagelan. Karena studinya tidak visible,” ujarnya.
Menurut Simon, ada sebuah kepentingan tersembunyi, ketika program hilirisasi Batubara digaungkan kembali sekarang. Pasalnya dari awal program ini tidak layak. “Pasti ada sesuatu ini muncul lagi (hilirisasi batubara). Mana studi kelayakannya, ditunjukkan dong. Makanya jangan omon-omon,” katanya.
[red]