Jakarta, Indonesiawatch.id – Kementerian ESDM beranggapan bahwa lahan eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tidak masuk Wilayah Pencadangan Negara (WPN). Karena itu bagi Kementerian ESDM, pemberian izin tambang eks PKP2B untuk Ormas Keagamaan tidak perlu persetujuan DPR RI.
“Eks PKP2B itu adalah WUPK (Wilayah Usaha Pertambangan Khusus). Kan sudah diatur di dalam PP No.25 tahun 2024, bahwa akan bisa diberikan kepada ormas,” kata Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM, Lana Saria setelah menghadiri kegiatan diskusi bertajuk Polemik Pemberian Izin Pengelolaan Tambang kepada Ormas Keagamaan, di kompleks DPR RI (26/06).
Menurutnya, karena tambang eks PKP2B tidak masuk ke WPN, sehingga tidak ada kewajiban meminta persetujuan DPR. “Kalau WUPK tanpa persetujuan DPR. Kalau persetujuan DPR, itu WPN,” ujar Lana.
Lana mengatakan bahwa tambang eks PKP2B bisa langsung menjadi WUPK. “Nggak, nggak, (perlu minta izin ke DPR). Dibaca lagi Undang-Undangnya,” kata Lana saat dikejar setelah acara tadi.
Lana juga menjelaskan bahwa presiden akan menerbitkan Perpres yang mengatur tentang penatagunaan lahan, termasuk lahan tambang. “Sekarang posisi Perpresnya masih di Menteri Investasi,” kata mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Ditjen Minerba itu.
Menanggapi pernyataan Lana tersebut, mantan Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Simon Sembiring, mengatakan bahwa yang perlu membaca Undang-Undang Minerba justru pihak Kementerian ESDM. Pasalnya menurut Simon, tambang eks PKP2B seharusnya masuk WPN terlebih dahulu.
“Oleh karena itu dalam UU No.4/2009 tentang minerba, ditentukan bahwa luas IUPK operasi produksi hanya bisa 15.000 Hektar. Dengan maksud sisa wilayah PKP2B dan KK dikembalikan kepada negara dan menjadi WPN. Bila akan diusahakan WPN tersebut harus terlebih dahulu meminta persetujuan DPR akan jadi WIUPK dan IUPK dan diprioritaskan kepada BUMN dan BUMD,” ujar Simon.