Menu

Dark Mode
Perubahan Paradigma Stratifikasi Sosial, Pemicu Korupsi Di Indonesia Penyidikan Megakorupsi Pertamina yang Terorganisir Oknum Lelang Katering RS Jiwa Aceh Diduga Catut Nama Gubernur Mualem Aji Mumpung Yandri Susanto Rusak Etika Berbangsa Bernegara CERI Bongkar Dokumen-dokumen Skandal Oplos BBM Pertamina Pernyataan Menteri ESDM Blunder Lagi, Eks Dirjen Minerba: Bahlil Omon-omon Saja karena Nggak Ngerti

Hukum

Penanganan Kasus Afif di Padang Berlarut-larut, Ini Kata Pakar Intelijen..

Avatarbadge-check


					Soleman Ponto (Doc. Puspen TNI) Perbesar

Soleman Ponto (Doc. Puspen TNI)

Jakarta, Indonesiawatch.id – Publik masih menunggu kelanjutan pengungkapan dari kasus Afif Maulana, remaja kelas 1 SMP, yang ditemukan mengembang dengan kondisi tak bernyawa oleh warga pada 9 Juni 2024 di bawah Jembatan Kuranji, Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatra Barat.

Polisi sejak awal berkukuh korban meninggal akibat jatuh ke sungai, sementara keluarga korban dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang yakin sang anak meninggal akibat disiksa polisi karena tuduhan aksi tawuran di wilayah Kuranji, Kota Padang.

LBH Padang dalam investigasinya mengungkap dugaan bahwa Afif Maulana mengalami penganiayaan sebelum meninggal, dengan bukti luka-luka lebam di tubuhnya. Dugaan Afif tewas akibat penganiayaan oleh polisi mencuat usai adanya keterangan 18 saksi yang ditangkap oleh anggota Sabhara Polda Sumbar saat berpatroli.

Polisi melalui Tim Sabhara Polda Sumbar diduga melakukan penangkapan dan interogasi terhadap kawanan anak dan dewasa lantaran dituduh melakukan tawuran. Pada saat kejadian, terjadi aksi kejar-kejaran antara kelompok anak-anak dan orang dewasa sekitar 30 motor di wilayah Ampang-Durian Tarung dengan tim kepolisian.

Advokat publik di LBH Padang, Decthree Ranti Putri, mengatakan pihaknya tetap meyakini bahwa Afif meninggal diduga karena disiksa anggota kepolisian. “Kami juga sudah mengantongi setidaknya dua orang saksi yang melihat Afif dikerumuni kepolisian di dekat jembatan. Saksi kedua melihat korban berada di kantor polisi,” kata Decthree dalam keterangannya di Padang pada 1 Juli 2024.

Kapolda Sumatra Barat, Irjen Suharyono, menyatakan kasus Afif sudah tuntas dan tidak ada bukti yang cukup untuk menyalahkan polisi atas kejadian tersebut. Suharyono menegaskan berulang bahwa Afif Maulana meninggal dunia akibat melompat ke sungai dari ketinggian sekitar 12 meter.

Suharyono mengeklaim kesimpulan tersebut didasarkan keterangan saksi-saksi, hasil visum, serta autopsi atas korban. Menurutnya, tim penyidik telah memeriksa sekurangnya 49 orang saksi yang sebagian besar anggota polisi. Di antaranya ada seseorang yang diklaim polisi sebagai saksi kunci dan teman korban.

“Kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan dinyatakan bahwa korban ini memang melompat dari atas Jembatan Kuranji,” kata Suharyono.

Direktur LBH Padang Indira Suryani mengatakan sikap polisi ini terlalu tergesa-gesa dan jauh dari fakta yang ada. Ia berharap kasus tersebut tidak disetop. Menurutnya, penyidik seharusnya melakukan pengungkapan kasus secara terang benderang dan meningkatkan status penanganan kasus dari penyelidikan ke penyidikan. “Sikap tergesa-gesa penyidik sangat aneh bin ajaib,” ucap Indira.

Pemerhati Hukum sekaligus Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais), Soleman B. Ponto menyayangkan sikap tidak serius dan tertutup dari pihak kepolisian Sumatra Barat dalam mengungkap kasus Afif. Dirinya mengkritik polisi yang mati-matian mencari pelaku penyebar informasi tewasnya Afif Maulana yang diduga disiksa polisi.

Ponto mengkritik sikap Kapolda Sumbar Suharyono yang mengkritik dan menghujat LBH Padang dan Tim Advokasi Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan, yang melaporkan dirinya ke Divisi Propam dan Bareskrim Mabes Polri terkait kematian Afif Maulana. “Kepolisian tidak boleh menjungkir balikkan logika. Pihak yang ingin melaporkan sesuatu itu dilindungi undang-undang. Pertaruhannya, laporannya terbukti benar atau salah, itu yang terpenting,” kata Ponto.

Soleman Ponto menilai dalam kasus Afif seharusnya polisi bersikap profesional untuk membuktikan sekaligus menjaga marwah institusinya. Sikap menutup kasus dan membangun alibi akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri.

“Masyarakat kan butuh polisi. Tidak mungkinlah menginjak-injak polisi. Ya polisi sendiri yang menginjak-injak institusinya,” tegas Ponto.

Purnawirawan yang malang melintang di dunia intelijen itu menyatakan setidaknya terdapat dua hal yang menunjukkan kecerobohan polisi. Pertama, polisi langsung mengklaim kematian korban Afif Maulana akibat tercebur ke sungai. Di mana klaim tersebut tidak disertai dengan tindakan otopsi, yang semestinya dilakukan oleh pihak berwenang terlebih dahulu.

Kedua, Closed Circuit Television (CCTV) yang terpasang di Mapolsek Kuranji disebut tidak sanggup meng-cover seluruh peristiwa sebagaimana tujuannya, dengan alasan terhapus otomatis. Sehingga, fakta elektronika tidak bisa diungkap guna pembuktian kasus tersebut.

Suharyono beralasan, tidak terekamnya peristiwa dan aktivitas dalam CCTV Mapolsek Kuranji pada saat kejadian, 9 Juni 2024, disebabkan karena sistem digital yang secara otomatis menghapus. Rekaman terhapus otomatis, lantaran unit CCTV tersebut hanya memiliki kapasitas hardisk 1 terabyte, yang hanya mampu merekam dalam durasi 11 hari.

Ponto mempertanyakan tidak maksimalnya fungsi CCTV tersebut. “Itu memang terhapus otomatis atau sengaja dihapus? Yang mengherankan, setiap peristiwa yang diduga melibatkan kepolisian maka instalasi CCTV selalu didapati dalam kondisi rusak,” ucapnya.

Disinggung soal kemungkinan polisi terlibat dalam kasus kematian Afif Maulana, Ponto menegaskan bisa saja kematian korban diduga akibat campur tangan pihak-pihak kunci di personel kepolisian. “Bisa saja (oknum) terlibat dalam perkara itu,” kata Ponto.

Dirinya menyarankan pihak berwenang agar membentuk Tim Pencari Fakta (TPF), guna mengungkap fakta yang sebenarnya sekaligus mengakhiri polemik kematian korban. Pihak yang tergabung dalam TPF diharapkan berasal dari unsur masyarakat, orang tua (korban), advokat, HAM dan pihak-pihak lainnya.

“TPF diperlukan agar penanganan kasus itu tidak dilakukan kepolisian secara single fighter yang sulit dikontrol, melainkan pihak-pihak lain yang lebih jernih dan tidak punya kepentingan, sehingga menghasilkan kinerja yang clear,” Ponto menegaskan.

[red]

Berita Terbaru

Perubahan Paradigma Stratifikasi Sosial, Pemicu Korupsi Di Indonesia

15 March 2025 - 09:11 WIB

Penyidikan Megakorupsi Pertamina yang Terorganisir

14 March 2025 - 13:08 WIB

Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Anti Mafia Migas, Fahmy Radhi.

Oknum Lelang Katering RS Jiwa Aceh Diduga Catut Nama Gubernur Mualem

14 March 2025 - 08:11 WIB

Rumah Sakit Jiwa Aceh.

CERI Bongkar Dokumen-dokumen Skandal Oplos BBM Pertamina

10 March 2025 - 08:30 WIB

Febrie Adriansyah, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejaksaan Agung (Foto: Kompas)

Pernyataan Menteri ESDM Blunder Lagi, Eks Dirjen Minerba: Bahlil Omon-omon Saja karena Nggak Ngerti

6 March 2025 - 18:08 WIB

Bahlil Lahadalia (Doc. Jawapos)
Populer Berita Ekonomi