Menu

Dark Mode
Perubahan Paradigma Stratifikasi Sosial, Pemicu Korupsi Di Indonesia Penyidikan Megakorupsi Pertamina yang Terorganisir Oknum Lelang Katering RS Jiwa Aceh Diduga Catut Nama Gubernur Mualem Aji Mumpung Yandri Susanto Rusak Etika Berbangsa Bernegara CERI Bongkar Dokumen-dokumen Skandal Oplos BBM Pertamina Pernyataan Menteri ESDM Blunder Lagi, Eks Dirjen Minerba: Bahlil Omon-omon Saja karena Nggak Ngerti

Opini

Pesta Demokrasi Selesai, Selanjutnya Kalkulasi Konsesi dengan Oligarki

Avatarbadge-check


					Suasana pemilihan umum 2024 (Foto: ANTARA/Wahdi Septiawan) Perbesar

Suasana pemilihan umum 2024 (Foto: ANTARA/Wahdi Septiawan)

Jakarta, Indonesiawatch.id – Demokrasi di Indonesia hanya sebatas sebuah kosmetika politik, demi menjaga citra kekuasaan politik, agar dipandang santun dalam kehidupan berbangsa bernegara. Kontradiksi terjadi dalam kehidupan politik nasional.

Ketika para politisi koar-koar, menghimbau rakyat untuk patuh pada nilai demokrasi, sementara partai politik dijalankan dengan cara-cara otoriter. Partai politik tidak lebih sebagai perusahaan keluarga, pimpinan partai politik selalu dipegang oleh owner.

Kemudian Pemilu dibuat dengan aturan ambang batas dukungan 20% partai politik, untuk mencalonkan diri dalam Pilpres, menjadikan ongkos politik semakin mahal dan membuka peluang masuknya oligarki dalam perebutan kekuasaan politik serta berjamurnya dinasti politik.

Pilpres dan Pilkada yang baru saja selesai digelar, penuh dengan carut marut pelanggaran terhadap berbagai peraturan terkait Pemilu dan Pilkada. Paling menonjol adalah praktek cawe-cawe pejabat tinggi negara hingga Presiden, kecurangan oleh KPU, sandera politik, politik uang dan bentuk intimidasi terselubung dari aparat hukum.

Potret Pemilu dan Pilkada 2024 yang semakin jauh dari ideal, menjadi bukti merosotnya kualitas demokrasi dan harapan rakyat untuk mendapat pemimpin yang amanah, semakin jauh panggang dari api.

Pemilu dan Pilkada 2024, hanya menjadi alat “legitimasi” para politisi dan oligarki, untuk mempertahankan kekuasaan. Sementara rakyat selalu ditempatkan sebagai “objek politik”, tanpa dapat menikmati kebahagiaan dari pesta demokrasi.

Pemilu dan Pilkada 2024 telah usai, para pemenang mulai menghitung-hitung konsesi yang harus diberikan kepada oligarki dan cukong politik, tidak lagi terlintas memikirkan derita rakyat. Nasib rakyat tetap tidak beranjak dari garis kemiskinan.

Betapa liciknya para pemangku kekuasaan, setelah terpenuhinya kebutuhan dukungan suara untuk merebut kekuasaan, tanpa risih kemudian menaikan PPN 12%, dengan alasan yang tidak rasional, untuk menyehatkan APBN.

Berita Terbaru

Perubahan Paradigma Stratifikasi Sosial, Pemicu Korupsi Di Indonesia

15 March 2025 - 09:11 WIB

Penyidikan Megakorupsi Pertamina yang Terorganisir

14 March 2025 - 13:08 WIB

Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Anti Mafia Migas, Fahmy Radhi.

Oknum Lelang Katering RS Jiwa Aceh Diduga Catut Nama Gubernur Mualem

14 March 2025 - 08:11 WIB

Rumah Sakit Jiwa Aceh.

Aji Mumpung Yandri Susanto Rusak Etika Berbangsa Bernegara

12 March 2025 - 13:49 WIB

CERI Bongkar Dokumen-dokumen Skandal Oplos BBM Pertamina

10 March 2025 - 08:30 WIB

Febrie Adriansyah, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejaksaan Agung (Foto: Kompas)
Populer Berita Energi