Jakarta, Indonesiawatch.id – Debat calon Gubernur Aceh pada 19 November 2024, yang berakhir ricuh, nampaknya menjadi sangat menarik untuk dicermati, terkait adanya statement Cagub Bustami Hamzah pada sesi debat yang mengatakan “kubu cagub no 2 tidak sekolah”.
Tentu saja pernyataan Bustami, menuai reaksi keras dari berbagai kalangan di Aceh, dengan menuding Bustami tidak memiliki etika moral dan ucapannya sangat bernuansa ujaran kebencian.
Aceh dengan kultur keislaman yang amat kuat, mempengaruhi perilaku masyarakatnya, dalam berinteraksi social. Tentunya perkataan Cagub no 1 Bustami Hamzah patut disayangkan oleh berbagai kalangan.
Karena sangat kontradiksi dengan kaidah moral yang dianut masyarakat serta tidak mencerminkan kapasitas sebagai seorang pejabat pemerintahan daerah. Narasi yang dipilih Bustami, dengan kata kunci “tidak sekolah”, ditujukan kepada cagub Mualem, tentunya bukan semata-mata dipengaruhi oleh kepanikan Bustami, tetapi memiliki agenda membangun stigma negatif terhadap Mualem.
Sosok Mualem yang kerap mendapat tudingan, sebagai tokoh masyarakat yang low educated, tetapi realitanya tidak dapat dipungkiri, Mualem dinyatakan memenuhi syarat oleh KIP Aceh, untuk mengikuti kontestasi Pemilihan Gubernur Aceh.
Di sisi lain Mualem adalah sosok yang memiliki andil besar untuk mewujudkan perdamaian di Aceh. Sementara tidak sedikit tokoh Aceh yang mengklaim memiliki background pendidikan tinggi, tapi tidak mampu menjaga harkat martabatnya, nasibnya harus berakhir di penjara, karena kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Oleh sebab itu klaim seseorang mengenyam sekolah tinggi, hanya sebagai bukti mereka pernah mengikuti pendidikan, tapi tidak dapat dijadikan bukti bahwa mereka telah gunakan otaknya untuk berpikir.
Pernyataan Bustami di forum resmi debat calon Gubernur Aceh 2024, dengan narasi yang mengandung ujaran pelecehan, terhadap lawan politiknya Cagub Mualem, menunjukan kedangkalan Bustami dalam memahami nilai moral, sebagai tuntunan utama dalam menjalankan tugas, sebagai pimpinan daerah.
Tentunya bagi pemilih di Aceh, prilaku sosial dan moral para calon Gubernur Aceh, seyogianya harus ditempatkan sebagai skala prioritas, dalam menentukan pilihan politik pada 27 Nopember 2024 nanti.
Sri Radjasa MBA
-Pemerhati Aceh