Jakarta, Indonesiawatch.id – Fakta baru terkuak dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap eks Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba (AGK) di PN Ternate, (31/07). AGK disebut terlibat pengaturan izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan yang diduga dimiliki Bobby Nasution, menantu Presiden Joko Widodo.
Direktur WALHI Maluku Utara, Faisal Ratuela mengatakan bahwa banyak IUP tambang yang bermasalah di Malut. Kondisi ini diperparah dengan ketertutupan informasi terkait perizinan.
“Ada laporan-laporan perusahaan yang sebenarnya harus dilaporkan, dan itu seharusnya bisa diakses oleh publik itu menjadi susah,” ujar Faisal kepada Indonesiawatch.id (03/07).
Menurutnya, beberapa IUP yang bermasalah salah satunya yaitu karena tidak adanya dokumen izin pengelolaan pesisir laut. Dan itu, kata Faisal, banyak terjadi di perusahaan-perusahaan tambang yang mengeruk sumber daya alam di Malut.
“Sebut saja perusahaan yang saat ini berhubungan dengan Blok Medan. Perusahaan itu di pulau Gebe, Halmahera Tengah. Dia masuk areal pencadangan, yang dilelang Bahlil (Menteri Investasi) kemarin. Dari informasi yang kita temukan, mereka membuat jetty, tidak memiliki izin pengelolaan wilyah pesisir,” ujarnya.
Sementara Pulau Gebe, kata Faisal, sebenarnya masuk ke dalam kategori di bawah 2000 meter persegi. “Artinya dia nggak layak ditambang, tapi malah bisa ditambang,” ujarnya heran.
Faisal mengungkap persoalan izin tambang di Malut kompleks. Mulai dari administrasi hingga tahapan perizinan. “Kalau tidak salah ada 34 IUP yang bermasalah di Malut,” katanya.
Walhi Malut mendesak KPK agar lebih serius lagi menangani persoalan izin tambang dan gratifikasi di sektor pertambangan. Karena ulah oknum, lingkungan di Malut menjadi hancur.
“Membuat lingkungan di Maluku Utara hancur-hancuran yang berdampak buruk pada ekonomi masyarakat. Bukan saja masyarakat yang berada di sekitar wilayah lingkar tambang langsung, tetapi wilayah-wilayah yang berdekatan,” katanya.
[red]