Jakarta, Indonesiawatch.id – Sebuah rumah di Kelurahan Kawatuna, Mantikulore, Palu, Sulwesi Tengah (Sulteng), tiba-tiba mengeluarkan bau menyengat sehingga menuai protes warga sekitar.
Selidik punya selidik, rumah yang disebut-sebut milik salah satu petinggi di wilayah Sulteng itu disinyalir menjadi tempat peleburan emas dengan cara dibakar. Emasnya diduga dari hasil penambangan PT Adijaya Karya Makmur (AKM).
Baca juga:
Tambang Ilegal Sumbar Diadukan, Kapolres Solok Selatan Diduga Terima Rp600 Juta per Bulan
Demikian data hasil investigasi dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, dilansir dari Poltrasulawesi.id pada Senin, (23/12).
Koordinator Pengembangan Jaringan Advokasi Tambanag (JATAM) Sulteng, Moh. Tauhid, menyampaikan, PT AKM diduga setidaknya telah mengeruk 5 juta kubik sejak beroperasi pada tahun 2018.
Tauhid menyebut penambangan emas PT AKM yang dimodali Adi Gunawan dkk tersebut, mulai beroperasi pada tahun 2018 hingga sekarang, diduga tanpa izin.
“Luas bukaan lahan akibat pengambilan material mencapai 33,5 hektare, jika merujuk berdasarkan peta topografi, jumlah material yang telah diambil mencapai 5 juta ton,” ujar Tauhid.
Perusahaan tersebut melakukan penambangan di lahan konsesi kontrak karya milik PT Palu Citra Mineral (CPM) di kawasan pegunungan Vatutempa, Poboya, Mantikulore, Palu, Sulteng.
Pascamengeruk material, kemudian material tersebut dilakukan perendaman menggunakan bahan kimia sianida untuk memisahkan emas dari material. Zat ini sangat bebaya tehadap lingkungan dan makhluk hidup.
Lokasi kolam tersebut jaraknya kurang dari sekitar15 kilometer (km) dari permukiman warga Kota Palu. Kolam ini berada di atas gunung atau di atas permukiman warga Kota Palu yang ada sebelah timur di bawah kaki Gunung Verbek.
“Material berisi emas itu dikumpulkan terlebih dahulu dalam satu tempat sebelum diangkut ke tempat perendaman,” ungkapnya.
Kemudian, sekitar 50 dump truk beroda 10 mengangkut ke tempat perendaman. Berdasarkan catatan Jatam Sulteng, terdapat dua lokasi perendaman PT AKM. Pertama, jaraknya 1 km dari lokasi penambangan dan kedua sekitar 2 km.
Adapun luas lahan perendaman pertama adalah 17 hektare terdiri dari 9 perendaman. Sedangkan lokasi kedua, 4,6 hektare terdiri 4 perendaman.
“Setiap 1 perendaman tidak sedikit, 12 ribu ton material dari wilayah penambangan yang digunakan,” katanya.
Perendaman dilakukan selama 3 bulan menggunakan air dan sianida untuk memisahkan emas dengan material lain. Setelah menjadi emas, kemudian dibawa ke Jakarta untuk dijual.
Sementara itu, pemodal PT AKM, Adi Gunawan alias Ko Liem enggan menanggapi kala dikonfirmasi soal dugaan kegiatan tambang emas tersebut ilegal. Dia meminta agar mengonfirmasi kepada PT CPM milik Bakrie Group lewat Amran Amier.
Adapun Musliman Malappa mengisyaratkan bahwa sebelum September 2022, penambangan PT AKM di lahan Kontrak Karya PT CPM di Vatutempa, Poboya, adalah ilegal karena belum memiliki izin.
Aktivitas pertambangan sejak 2018 yang diduga merugikan negara itu aman dari sentuh aparat penegak hukum dan pihak terkait lainnya karena mereka disinyalir rajin menebar upeti kepada berbagai pihak.
Adapun General Manager (GM) External Affairs and Security PT CPM, Amran Amier, menyampaikan bahwa PT AKM merupakan salah satu kontraktor PT CPM berdasarkan perjanjian kontrak kerja sama.
Karena itu, lanjut dia, PT CPM maupun kontraktor lainnya atau pihak ketiga yang bekerja sama dengan PT CPM, harus mematuhi peraturangan perundangan yang berlaku.
“Tentu termasuk di dalamnya kewajiban memiliki Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP),” ujar Amran Amier.
Sedangkan saat dikonfirmasi legalitas PT AKM saat meneken kerja sama dengan PT CPM, Amran Amier tidak bisa memastikan dan akan mengeceknya terlebih dahulu kepada bagian legal di kantor pusat.
”Saya harus mengecek dulu arsip terkait kontrak PT CPM dengan AKM karena itu dilakukan oleh tim legal di Jakarta,” ujarnya.
Ia menyampaikan, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap CPM untuk keseluruhan aspek dalam pertambangan, termasuk legalitas operasional.
Saat dikonfirmasi bahwa PT AKM diduga tak memiliki IUJP sejak tahun 2018 ketika menggarap lahan konsesi PT CPM, Amran Amier menyebut bahwa Bina Pengawasan (Binwas) Kementerian ESDM melakukan pengawasan.
Ia menyebut bahwa Binwas bukan hanya mengawasi CPM, namun semua kontraktor, termasuk soal IUJP. “Itu ikut diperiksa dalam Binwas,” ujarnya.
Namun Amran Amier tidak dapat memastikan PT AKM telah memiliki IUJP. Ia hanya menyatakan, pastinya semua kontraktor PT CPM harus memiliki IUJP sesuai bidang yang dikerjakan.
Adapun Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno, sampai berita ini diterbitkan belum merespons konfirmasi dari Indonesiawatch.id.
[red]








