Jakarta, Indonesiawatch.id – Pernyataan eks Menteri Keuangan (Menkeu) Jokowi, Bambang Brodjonegoro, tentang air minum galon membuat masyarakat jatuh miskin, dinilai konyol.
Menurut peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Agus Herta Sumarto, pernyataan itu justru mengaburkan masalah utama. “Saya kira pendapat itu hanya untuk mengaburkan masalah yang sebenarnya (tentang kemiskinan),” ujarnya kepada Indonesiawatch.id.
Baca juga:
Eks Menteri Keuangan Sebut Air Minum Galon Buat Orang Miskin, Masa Iya?
Agus menilai kebiasaan pembelian air kemasan terhadap penurunan daya beli kontribusinya tidak signifikan. Sebaliknya, kata Agus, masalah utama dari menurunnya jumlah kelas menengah dan menjadi miskin adalah karena kinerja perekonomian tidak sedang baik-baik saja.
Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mercu Buana ini menjelaskan bahwa jumlah pengangguran terbuka memang berkurang tetapi pengangguran terselubung naik. “Jumlah setengah penganggur naik tinggi,” ujarnya.
Merujuk data BPS, kata Agus, jumlah setengah pengangguran naik dari 6,9 persen menjadi 8,5 persen. Artinya, sebagian masyarakat saat ini kehilangan sebagian pendapatannya.
“Penjualan kendaraan bermotor juga turun. Itu menjadi bukti bahwa masalah sebenarnya bukan konsumsi masyarakat. Yang menjadi penyebab turunnya jumlah kelas menengah adalah hilangnya pendapatan,” kata Agus.
Baca juga:
Eks Menkeu Jokowi Sebut Air Minum Galon Buat Orang Miskin, Ekonom PEPS: Tidak Masuk Akal!
Agus juga mengatakan bahwa inflasi inti (core inflation) juga mengalami penurunan. “Walaupun harga-harga kebutuhan pokok tidak naik signifikan tapi kalau daya belinya turun, masyarakat menjadi tambah miskin,” ujarnya.
Menurut Agus, fenomena konsumsi air galon lebih banyak terjadi di masyarakat perkotaan. “Di daerah pedesaan tidak ada fenomena ini. Kalaupun ada sangat kecil sekali. Oleh karena itu, pendapat (eks Menkeu Jokowi) tadi sangat bias,” katanya.
Karena itu, Agus menyarankan, agar pemerintah lebih fokus pada masalah-masalah yang menyebabkan penurunan dan kehilangan pendapatan masyarakat. “Masalah berkurangnya pendapatan karena hilangnya pekerjaan dan bergeser dari pekerjaan formal menjadi informal,” pungkas Agus.
[red]